Senin, 26 Agustus 2013

Krakatau

Gunung Anak Krakatau - Gunung Krakatau, merupakan salah satu gunung incaranku sedari dulu, ingin bersahabat dengannya, agar bisa menikmati sekaligus merasakan indahnya pemandangan sekitar dari atas gunung ini. Cukup lama aku berkeinginan untuk menapakkan kaki di sini. Bukan karena apa, mengingat budget untuk mendaki ke Gunung Krakatau cukup mahal, karena menggunakan perjalanan laut dengan menyewa kapal, berbeda dengan gunung-gunung yang lain di Jawa yang bisa dituju menggunakan perjalanan darat.
adheb's foto
Krakatau, Dari Tengah Laut
Untuk menuju ke Krakatau, maka kita harus ke Lampung terlebih daluhu, karena itu merupakan akses yang harus dituju untuk saat ini. Mungkin kelak jika JSS (Jembatan Selat Sunda) selesai, ada rute yang lebih mudah untuk menuju ke sana. Jika dari Jakarta, perjalanan ke Merak memakan waktu sekitar 3 jam, melewati Serang, baru Cilegon. Angkutannya bisa menggunakan bus, ataupun kereta.
Jika menggunakan bus, maka kita turun di Terminal Merak, dan masih harus menempuh perjalanan lagi sekitar 300 meter menuju ke pelabuhan. Jika tidak ingin capek, maka kalian bisa naik ojek, dengan biaya 5.000 rupiah sampai ke pelabuhan. Namun, jika ingin berjalan kaki sambil menikmati perjalanan, kalian tidak akan terasa capek, karena di sepanjang perjalanan banyak terdapat penjual.
Biaya perjalanan dari Merak ke Bakauheni sekitar 13.000 rupiah, dan kadang ada juga kapal yang menarik biaya tambahan, jika kita ingiin berada di kelas yang lebih baik. Namun, tidak semua kapal menarik biaya, karena ada juga kapal yang fasilitasnya bagus, tanpa ada biaya tambahan apapun. Perjalanan dari Merak ke Bakauheni ini sekitar 3 jam lebih.

Dari Pelabuhan Bakauheni, kita naik angkutan lagi sekitar satu jam menuju ke dermaga Canti, baru menyeberang ke pulau yang akan kita tuju. Tujuan utamanya tidak lain adalah Pulau Anak Krakatau. Namun, rugi jika kita tidak sekalian mengunjungi ke beberapa pulau yang ada, seperti Pulau Sebuku Besar, Sebuku Kecil, Ora, dan masih banyak lagi Pulau-pulau lainnya. Namun, yang nyaman untuk menginap di Pulau Sebuku Besar atau Pulau Sebesi, karena di sana terdapat permukiman warga sejak dahulu.
Sementara, perjalanan yang saya lalui dari Dermaga Canti menuju ke Gunung Anak Krakatau, namun singgah sebentar di Pulau Sebesi untuk mengambil makan siang. Perjalanan sekitar 3 jam, kita sampai di Pulau anak Krakatau. Tiba di sana, kita istirahat sebentar untuk makan siang, baru melanjutkan perjalanan untuk mendaki ke Gunung Anak Krakatau.
Sebelum puncak, kita melakukan ritual tujuan utama kita, yaitu upacara 17 Agustus, dengan mengibarkan bendera raksasa merah putih ukuran sekitar 11x18 meter. Upacara bendera cukup tertib, bahkan sang pemimpin upacara membacakan puisi dengan menggebu-gebu, disaksikan peserta upacara, puncak Krakatau, langit, dan ombak yang berdebur di bawah sana.

adheb's foto
Upacara Bendera 17 Agustus
Selesai upacara, dianjutkan dengan pendakian ke puncak. Pendakian dari bawah ke atas tidaklah sesulit mendaki gunung pada umumnya, karena hanya 30 menit saja kita sudah bisa sampai di atas. Sebenarnya di sebelah masih ada puncak tinggi. Namun, karena masih labil, jadi setiap pendakian Gunung Anak Krakatau hanya diperbolehkan sampai di sini saja, sangat cocok untuk pendaki pemula dan wisata pendakian. Medan di sini hampir mirip dengan puncak merapi (jika kalian pernah mendaki Gunung Merapi), dari Pasar Bubrah hingga ke Puncak. Banyak terdapat batu pasir yang juga labil, jika kita tidak berhati-hati. Namun, jangan dibayangkan jika kemiringannya seterjal Merapi, karena kemiringan di sini tidak ada setengahnya.

adheb's foto
Puncak Krakatau, sampai saat ini masih labil
Dari informasi yang ada, di Pulau anak Krakatau daerah punggung umumnya masih gundul, karena suhu cukup tinggi dan kekurangan air. Di sini dijumpai jenis tumbuhan pionir seperti gelagah (Saccharum spontaneum) yang bersimbiosis dengan Azospirrilum Lippoterrum. Pada bagian bawah yang telah ditumbuhi gelagah terjadi proses pelapukan pasir di sekitarnya, yang kemudian akan tumbuh jenis Melastoma Affine dan jenis-jenis tumbuhan lainnya.
Saat ini, keanekaragaman flora di Kepulauan Krakatauantara tercatat antara lain 206 fungi, 13 jenis Lichennes, 61 jenis paku-pakuan (Pteridophyta) dan sekitar 257 jenis Spermatophyta. Untuk fauna sendiri terdiri darimamalia seperti jenis Rattus (tikus), dan Magaderma (kalong). Kelompok aves ada sekitar 40 jenis dari yang berukuran besar sampai yang berukuran kecil, diantaranya adalah Centropus Bengalensis, Coprimolgus Offinis, Falco severus, lalage Nigra, Tecrycotera Relitea, Plegadis Sp, Nectarina Sp. Kelompok reptil selain biawak dan penyu, juga terdapat ular ukuran besar seperti sanca hingga ukuran kecil.
Pembentukan Komplek Gunung Krakatau pada masa pra sejarah diawali dengan adanya sebuah gunung api besar disebut dengan Krakatau Besar, berbentuk seperti kerucut. Pada ratusan ribu tahun yang lalu terjadi letusan dahsyat yang menghancurkan dan menenggelamkan lebih dari 2/3 bagian krakatau. Akibat letusan gunung tersebut menyisakan 3 pulau kecil, yaitu Pulau Rakata, Panang, dan Sertung. Pertumbuhan lava yang terjadi di dalam kaldera rakata membentuk dua puau fulkanik baru, yaitu Danan dan Perbuatan.
Pada tanggal 27 Agustus 1883 terjadi letusan besar dan menghancurkan sekitar 60% tubuh Krakatau di bagian tengah, sehingga terbentuk ubang kaldera dengan diameter 7 km, dan menyisakan tiga pulau kecil, yaitu Pulau Rakata, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang. Kegiatan vulkanik di bawah permukaannlaut terus berlangsung, dan periode 1927-1929 muncul sebuah dinding kawah ke permukaan laut sebagai hasil erupsi. Pertumbuhan ini terus berlangsung, membentuk pulu yang disebut Anak Krakatau.
Puas menikmati pemandangan dan berfoto-foo, kita turun kembali. Di bawah, kita istirahat sebentar, sebelum melanjutkan perjalanan. Rencana, kita akan snorkling di salah satu pantai, namun karena ombak cukup besar, akhirnya hanya berputar-putar ke beberapa Pulau, menikmati semilir angin dari atas Kapal. Petang tiba, akhirnya kita menuju ke Pulau Sebesi untuk menginap.

adheb's foto
Sunrise di Sebesi
Tidak usah takut tidak membawa perbekalan, karena di Pulau Sebesi ini banyak warga yang berjualan, menyediakan berbagai makanan atau minuman dengan harga terjangkau. Saya cukup kagum, karena para penjual yang saya datangi di sini sangat ramah. Untuk masalah listrik, di sini umumnya menyala dari pukul 6 sore sampai 12 malam. Namun, jika di area homestay, listrik menyala 24 jam, karena menggunakan genset. Rumah-rumah warga di sini cukup tertata dengan rapi, dengan jalan yang sudah menggunakan paving blok.

adheb's foto
Snorkling
Setelah mandi, malam hari di Sebesi ini acaranya adalah bersantai ria, sambil menikmati keindahan pantai Sebesi. Ada banyak kegiatan di sini, mulai dari bakar ayam, ikan, atau kegiatann lain seperti menerbangkan lampion-lampion, menyalkan kembang api, atau berkumpul bercengkerama dengan sesama pelancong.
adheb's foto
Pantai Umang-Umang
Pagi hari, setelah makan kita menuju ke Pantai Cianas dan Pantai Umang-Umang sebagai spot tujuan snorkling. Sebenarnya banyak spot-spot snorkling di sini, namun gak mungin kita menjangkau satu per satu, karena waktu yang singkat. Yang paling umum, sebagai tujuan snorkling para wisatawan adalah Pulau Umang-Umang, karena selain spotnya yang bagus, juga tempatnya, yang lumayan dekat dari Pulau Sebesi.
Jika pergi ke sana, maka sebaiknya kalian menggunakan alas kaki, karena banyak karang yang dapat menggores bagian tubuh kita, jika tidak berhati-hati. Selain ikan yang banyak, bagus, dan bervariasi, di sini juga sering menjadi tempat (habitat) burung-burug, menjadikan pemandangan terasa asik.
Tak terasa hari sudah siang, dan kami harus kembali ke Sebesi untuk persiapan pulang. Tak lupa, kami makan siang dan menikmati es kelapa muda, minuman favorit saat kita berada di pantai. Matahari sudah berada di arah barat, dan saatnya kita kembali pulang.


Kamis, 15 Agustus 2013

Angkringan Pak Panut


Angkringan Pak Panut - Jogja, terkenal dengan makanan khasnya, angkringan. Hampir di setiap penjuru sudut, kita bisa menemui angkringan, yang khas kita jumpai di malam hari dengan menu pokoknya nasi kucing, yaitu nasi yang dibungkus kecil-kecil, bisa menggunakan daun pisang atau kertas minyak di zaman sekarang. Isinya pun sesuai selera, baik sambal ikan teri, sambal ijo, sayur, oseng-oseng, atau lainnya.
 
Angkringan (ilustrasi)
7 tahun saya di Jogja, tempat angkringan kesukaan saya adalah angkringan Pak Panut. Mungkin banyak angkringan lain yang lebih enak atau lebih komplit, namun Angkringan Pak Panut ini sangat istimewa bagi lidah saya, seprti lidah-lidah wong ndeso lainnya, disamping harganya yang memang sangat murah dan letaknya yang cukup dekat dari kontrakan saya. 

Angkringan Pak Panut ini terletak di Klebengan, dekat Jalan Selokan Mataram. Tepatnya di GOR Pemprov Sleman. Dulu tempat ini namanya terkenal dengan sebutan Lapangan Klebengan. Selain nai kucingnya, menu khas di sini yang membedakan dengan angkringan lain adalah nasi piring, dimana jika sudah sekitar jam 9, nasi kucing sudah habis, kemudian diganti dengan nasi piring. Isinya pun juga banyak dengan harga murah, dua ribu rupiah, dibanding nasi kucing yang seribuan. Selain itu, gorengan yang dibakar sesaat setelah dipesan, dengan campuran kecap, begitu mengena di lidah kita-kita. Ada juga ceker ayam, kepala, maupun sate usus yang selalu ludes jika tidak datang sore hari. 

Namun yang paling saya sukai di sini adalah minuman susu jahenya. Di sini, susu jahenya sangat terasa kental dengan susu dan jahe, tidak seperti di tempat lain yang adang ada kekurangan salah satunya. Jika ingin yang dingin, maka tinggal bilang saja, pesan es susu jahe. Mantab kan...  Berbeda dengan warung makan-warung makan di sebelahnya, di angkringan Pak Panut ini tidak dikenai biaya parkir, karena Pak Panut sendiri sudah menyewa ahli parkir untuk menata parkiran para pelanggannya. Maklum, angkringannya selalu ramai setiap hari. Namun, biasanya jika hari Minggu atau saat liburan kuliah angkringan Pak Panut tutup, karena planggannya adalah para mahasiswa dan kalangan umum kelas menengah ke bawah.