Senin, 04 Juni 2012

Yogosem

Yogosem - Merupakan sebuah desa kecil, dengan mayoritas suku Hupla, dan sebagian kecil suku Jali. Bahasa sehari-hari mereka pun juga bahasa Hupla. Tetapi, mereka juga bisa berbahasa Jali,  karena di sini merupakan perbatasan antara suku Hupla dengan suku Jali. Lerak Kampung Yogosem berada di koordinat S: 04° 14' 50.6", dan E: 139° 10' 08.1" (4 Derajat, 14 menit, 50.6 Lintang Selatan dan 139 Derajat, 10 Menit, 8,1 Detik Bujur Timur) dengan ketinggian hampir 3.000 meter di atas permukaan laut. 

adheb foto
landasan pesawat di Yogosem, dengan rumah penduduk di sekitarnya
            Secara administratif, desa Yogosem berada di distrik Yogosem, Kabupaten Yahukimo, Propinsi Papua. Pergantian Distrik ini sejak tahun 2006, dimana sebelumnya berada di Distrik Kurima, Kabupaten. Jayawijaya, yang merupakan distrik yang paling luas di Kabupaten Jayawijaya waktu itu. Seperti daerah lainya, daerah ini ikut ke wilayah NKRI semenjak tahun 1963, dimana sebelumnya berada di wilayah Papua Barat. Namun, secara kultural, masyarakat baru mengenal yang namanya distrik sekitar tahun 1977-1978. Sebelum tahun itu, masyarakat di sini masih terkesan pedalaman, dan belum mengenal wilayah administratif kenegaraan (dari informasi staff distrik, kepala desa, dan kepala suku di Kampung Yogosem).
            Hingga saat ini, makanan pokok mereka masih saja ubi (bahasa Hupla sini namanya suburu) dengan daun ubi. Sedangkan hasil kebun mereka secara umum adalah jagung, kol buncis (orang sini menyebutnya buntis), kentang, dan sawi. Jika saat musim kelapa hutan, maka setiap hari pasti makan kelapa hutan. Setiap warga mempunyai kelapa hutan di wilayah masing-masing, di dalam hutan. Jumlahnya pun cukup banyak, per keluarga mempunyai 100-500 pohon kelapa hutan yang tidak perlu perawatan. Mereka hanya mengambil kelapa hutannya saja, pada saat musim. Bahkan, beberapa warga mempunyai honai di hutan untuk menaruh kelapa hutan,agar kering terlebih dahulu. Baru,setelah kering, kelapa hutan tersebut mereka bawa turun ke rumah. Warga sini sangat jarang memakan wam/babi, karena di sini babi juga tidak begitu banyak. Mereka baru memakan wam pada saat-saat tertentu saja, seperti natal tahun baru, maupun saat ada acara besar.
            Jika dilihat, kelapa hutan bentuk dan besarnya seperti sawit, dan rasanya mirip beton (isi nangka). Isinya kecil-kecil, namun banyak. Jika memakannya, maka seperti halnya kita makan kacang kulit, tak mau berhenti sebelum habis. Sama halnya di tempat lain, di sini mereka mempunyai honai masing-masing berdasarkan jenis kelaminnya. Namun, jika sudah berkeluarga, mereka akan tinggal di satu honai. Walaupun secara umum rumah-rumah berbentuk honai, namun ada beberapa warga yang sudah mempunyai rumah panggung, beratap seng. Rumah tersebut, hampir semuanya dibuat oleh orang dari Toraja, karena warga sini tidak bisa membuat rumah yang permanen. Walaupun tempatnya agak terpencil, namun beberapa warga sini sudah mempunyai listrik solar cell.
            Untuk fasilitas umum, di sini ada kantor distrik, walaupun tidak pernah ada aktifitas kantor sama sekali, kantor desa, puskesmas pembantu (pustu) yang tidak pernah dipakai, karena petugasnya lebih sering tinggal di kota, dan SD Negeri, yang gurunya mayoritas di kota, dan hanya datang pada saat ada ujian. Di sini sudah ada beberapa bak air untuk menampung air dari atas gunung. Namun, untuk buang air besar, hanya sedikit saja yang mempunyai jamban/kakus.  Rata-rata, mereka buang air besar di kebun/parit.
            Walaupun di sini daerah pedalaman, ada juga beberapa warga yang suka main judi, dengan kartu (kebetulan saat saya ke sana, saya mengetahui beberapa warga yang sedang bermain kartu, walaupun secara sembunyi-sembunyi). Dari pengalaman, desa sini adalah desa yang paling susah untuk dijadikan tempat seperti penelitian, KKN, maupun PKL (Praktek Kerja Lapangan bagi kalian para terpelajar). Dari penuturan staff distrik, memang dari dulu masyarakat sini selalu menolak adanya kegiatan tersebut. Jika ada suatu kegiatan, maka mereka pasti akan meminta imbalan, minimal uang, dan itupun jumlahnya tidak sedikit. Apalagi, pemuda sini sangat gampang untuk dipengaruhi oleh orang-orang dari luar. Tetapi, sejauh pengamatan saya, orang-orang tua di sini, termasuk para kepala suku, walaupun mereka tidak pernah  masuk bangku sekolah, mereka berwawasan luas. Terbukti, dari obrolan saya dengan para kepala suku, mereka sebenarnya ingin agar desa ini menjadi maju, dan sangat menyesalkan pikiran-pikiran pemuda sini yang gampang sekali terpengaruh oleh orang lain.

Sedikit catatan pengisi IFLS, Juni 2012 @Yogosem, sebuah desa kecil di pedalaman Kabupaten Yahukimo, Papua

Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan pembaca berkomentar dengan santun untuk memberikan saran dan masukan kepada kami, terimakasih.