Jumat, 30 Desember 2016

Refleksi 2016, Sudut Pandang Seorang Petualang

Refleksi 2016, Sudut Pandang Seorang Petualang - Iseng iseng ingin ikut trend berbagai kalangan yang menulis refleksi akhir tahun, kali ini saya ingin menulis refleksi perjalanan saya di tahun 2016 ini dan menumpahkan catatan ke dalam refleksi akhir tahun 2016. Sebuah catatan perjalananku di tahun 2016 ini ke beberapa tempat di Indonesia, melihat Indonesia sendiri secara langsung dari apa adanya, bukan ada apanya.
Bukan seperti laporan tahunan Indonesia, atau laporan tahunan lainnya yang menggambarkan keadaan Indonesia secara makro dengan data yang global, namun ini hanyalah tulisan gambaran keadaan dan suasana  daerah yang saya lalui, yang saya kunjungi, dengan menggambarkan beberapa perubahan yang terjadi ataupun keadaan di tahun 2016 ini dari mata saya sendiri.
adheb's photo
Wisatawan Sedang Mengunjungi Pantai Losari
Mengunjungi Sulawesi Selatan di awal tahun 2016, ada beberapa hal yang menarik yang belum saya ketahui. Pantai Losari  dengan suasana yang cukup nyaman, seperti penataan PKL yang menjadi satu titik, parkir gratis yang disediakan oleh pemda dengan patroli dari pol PP yang membuat nyaman para pengendara yang memarkir kendaraan di area parkir. Selain itu, jalur pedestrian yang sangat luas, membuat nyaman para wisatawan yang ingin berjalan-jalan di sepanjang pantai itu.
Pembangunan kawasan pedestrian di sepanjang pantai Losari ini, dengan bangunan masjid terapungnya bagi saya sudah menjadi nilai plus, walaupun mungkin membuat pantai ini menjadi tidak alami sama sekali. Malahan, akan lebih apik lagi jika ditambahi dengan aneka pertunjukan modern, seperti air mancur modern, pencahayaan atau lampu sorot modern, dan sejenisnya, sehingga bisa dijadikan sebagai ajang pertunjukan bagi para seniman lokal yang ingin melakukan pertunjukan di arena terbuka.
Dilanjutkan perjalanan ke Palopo, dimana sebelumnya saya membayangkan akan menaiki bus biasa, namun ternyata sudah ada bus yang nyaman untuk menuju ke Palopo ini. Dari Makassar, kita bisa naik bus nyaman sekelas bus Efisiensi Jogja-Cilacap dengan harga yang relatif murah. Jika dibandingkan, maka harganya hampir sama dengan tarif travel disini dengan jarak yang sama. Fasilitasnya pun juga sudah lumayan, tidak kalah sama bus telolet di jawa yang cukup ngetop dan ngehits belakangan ini.
Menuju ke arah Toraja, hal baru yang saya lihat adalah Patung Yesus, walaupun pembangunannya belum 100 persen, namun ada suatu kebanggan tersendiri sewaktu saya melihatnya langsung, karena patung Yesus raksasa di kota Makale ini menyerupai patung Yesus yang ada di Brasil. Bahkan, katanya patung Yesus yang terletak di Puncak Buntu Burake, Kecamatan Makale ini letaknya lebih tinggi daripada yang ada di Rio de Jeneiro Brasil, walaupun untuk ketinggian patungnya masih kalah dari patung di Brasil tersebut. Bedanya, jika patung Yesus yang berada di Brasil tangannya lurus ke samping kanan-kiri, patung Yesus di Toraja ini kedua tangannya mengarah ke depan.
adheb's photo
Puncak Becici
Dilanjutkan dengan wisata di Jogja, terdapat beberapa pantai baru yang mulai dilirik oleh para wisatawan. Namun sayang, saya baru mengunjungi pantai Jungwok, Greweng, Sedahan, dan Dadapan di lokasi yang saling berdekatan, selain pantai Nglambor yang semakin ramai pengunjung di tahun 2016 ini. Untuk bukit, saya baru mengunjungi Pucak Becici, selain Hutan Pinus dan juga Pemandangan subuh di kebun buah Mangunan yang semakin nge-hits di pertengahan 2016.
Di bagian Kulonprogo, wisata Kalibiru yang terletak di Hargowilis, kecamatan Kokap pun tak luput, dengan spot foto yang semakin nge-hits, dengan foto di atas pohon, yang juga ditiru di beberapa daerah di Jogja, seperti di Puncak Becici tadi, ataupun di daerah sebelah barat Kulonprogo yang berbatasan dengan Purworejo.
Area wisata Malioboro yang semakin tertata rapi, dengan area pedestriannya yang semakin nyaman. Beberapa orang mengatakan, mirip dengan jalur pedestrian di negara lain. Kini, area parkirnya sudah terpusat di area parkir terpadu, walaupun untuk berjalan menuju ke tengah kawasan Maliboro kini sedikit jauh jaraknya dari tempat memarkir kendaraan pengunjung. Di lain hal, jalan raya di beberapa tempat semakin macet, apalagi di jam-jam sibuk dan weekend, seperti di area Jalan Kaliurang, Gejayan, ataupun beberapa jalan lainnya.
adheb's photo
Nongkrong di Bawah Jembatan Merah Putih
Ke daerah timur di Maluku, saya bisa menjajal jembatan Merah Putih, seminggu setelah diresmikan oleh Presiden Jokowi. Jembatan ini menjadi suatu kebanggan tersendiri, karena merupakan jembatan terpanjang di Indonesia Timur saat ini, walaupun sebenarnya ada beberapa bagian yang belum selesai penggarapannya. Tetapi cukup bermanfaat, karena relatif menyingkat waktu saat kita melakukan perjalanan dari bandara ke kota Ambon ataupun sebaliknya.
Tiga kali ke Ambon di tahun ini dan beberapa hari menginap di kota, hal yang saya kagumi adalah antusiasme warga yang selalu menggunakan area taman kota untuk berolahraga setiap harinya. Fasilitas olahraga yang disediakan oleh pemerintah setempat, selalu digunakan dan ramai dikunjungi warga di sore hari. Hal seperti inilah yang menarik. Keterpaduan antara fasilitas umum yang disediakan, degan antusiasme warga untuk mempergunakannya secara bijak. Tak ayal, banyak bibit unggul-bibit unggul pemain muda yang cukup berbakat dari Ambon Manise ini, khususnya di dunia sepak bola Indonesa.
Dua kali mengunjungi Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), kabupaten pecahan dari Maluku Tenggara dahulu, saya mendapati beberapa hal menarik. Bandara Pattimura Ambon yang semakin bagus, dan juga bandara Mathilda Betlayeri yang sudah beroperasi penuh di tahun sebelumnya, membuat perjalanan dari Ambon menuju ke Kabupaten ini semakin mudah, karena sehari terdapat penerbangan 2 sampai 3 kali menuju dan dari Ambon.
Di Saumlaki sendiri, belum terlihat perubahan yang begitu berarti, walaupun lima hingga sepuluh tahun ke depan sudah diprediksi akan sangat ramai, dengan diputuskannya pengoperasian kilang Blok Masela di daratan oleh presiden jokowi bulan Maret lalu.
Sekitar 3 jam perjalanan darat ke arah utara dari Saumlaki, terdapat pelabuhan baru. Pelabuhan Tutu Kembong, pelabuhan yang baru saja diresmikan bulan April lalu, membuat jalur transportasi menuju daerah in semakin ramai, dengan salah satu program unggulan Jokowi, tol laut. Walaupun tidak jadi diresmikan secara langsung oleh presiden Jokowi, tempat ini tetap menjadi salah satu wisata, karena panoramanya yang sangat indah saat kita melihat pelabuhan ini dari atas, sebelum menuruni bukit menuju ke pelabuhan. 
adheb's photo
Pelabuhan Larat, Kabupaten Maluku Tenggara Barat
Dilanjutkan lagi dengan perjalanan sekitar satu jam ke utara, lalu menyeberang dengan rakit, saya sampai di larat, kota paling ramai ke 2 setelah Saumlaki di Pulau Yamdena ini.  Lalu lintas pelabuhan di sini semakin ramai dengan ditambahnya jumlah kapal sabuk yang melintas dan singgah di dermaga Larat ini, baik dari Saumlaki, Tual, ataupun dari beberapa daerah di sekitar ini. Area jalan menuju bandara sedang diperlebar, dengan adanya rencana untuk pengoperasian kembali bandara Larat tahun depan.
Namun, jalur transportasi laut yang merupakan satu satunya transoprtasi dari dan ke Larat menuju beberapa pulau di sekitarnya masih dipengaruhi oleh cuaca, karena kapal yang dipakai mayoritas adalah kapal sedang dengan jumlah penumpang maksimal 50 orang, ataupun dengan speed kecil. Kadang masih terkendala oleh angin timur untuk pulau di sebelah timur, maupun angin barat, untuk beberapa pulau kecil di barat pulau Yamdena ini, seperti jika akan menuju ke Pulau Selu, Wuliaru, Wotap, Labobar, Namwean di sebelah barat, Pulau Molu, Maru di sebelah utara atau Fordata di agak timur Larat.  Untuk wisata, di Pulau Yamdena ini masih belum dikelola dengan baik, walaupun sebenarya terdapat banyak tempat wisata alami yang banyak dikunjungi masyarakat lokal.
Ke arah Manokwari, belum begitu terlihat banyak perubahan. Etos kerja para pegawai pemerintah masih sangat rendah, dan belum terlihat kemauan untuk maju ataupun merombak kinerja para pegawai pemerintahan. Namun, untuk urusan kebangsaan warga sini patut diacungi jempol. Saat perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia, hampir di semua pelosok daerah ramai dengan berbagai kegiatan menyongsong 17 Agustus ini. Tidak hanya di kota, bahkan di desa desa pelosok pun masyarakat sangat antusias dalam menyambut kemerdekaan Republik Idonesia ini.
Saat saya mengukuti upacara 17 Agustus di daerah pinggiran, yang berbatasan dengan Kabupaten Pegaf (Pegunungan Arfak), disana terlihat begitu antusiasnya masyarakat untuk mengikuti perayaan 17 Agustus. Dari warga masyarakat, perangkat desa, kecamatan, anak sekolah dan lainnya, mereka mengenakan seragam kebesaran masing masing. Begitu pula untuk acara lain dalam rangka menyambut kemerdekaan, seperti lomba-lomba yang cukup meriah. Jalan jalan semua dipenuhi dengan umbul umbul merah putih dan pagar baru bercat merah putih.
Satu hal yang berbeda di Manokwari. Saat saya tiba, dan juga mau pergi meninggalkan kota ini, di ruang tunggu bandara, hal yang sangat aneh saya rasakan. Begitu banyak warga Cina yang berada di sini, entah saya tidak tahu mau ke mana, selalu saya lihat saat datang maupun saat saya akan pergi meninggalkan kota ini. Serasa di luar negeri, karena saat berada di ruang tunggu, di sekekliling saya didominasi oleh warga Cina. Bagaikan saya sedang bermimpi, ada di bandara luar negeri.
Dampak dengan adanya kebijakan Jokowi yang memperbolehkan waga negara asing yang  untuk memiliki properti di Indonesia. Perlu diketahui, saat ini sedang ada pembangunan pabrik semen di Maruni, yang begitu megah di Manokwari ini. Pembangunan yang kemungkinan akan rampung akhir taun 2016, dan mulai beroperasi di tahun 2017 ini semua didominasi oleh komunis. Jika sebelumnya saya melihat orang Cina yang berdatangan bekerja di Indonesia, kini saya menyaksikan sendiri di sini. Semua pembangunan pabrik ini didominasi oleh komunis. Jangankan mandor pembangunan gedung, maupun karyawan, buruh untuk membangun pagar dan jalanpun semua dikerjakan oleh Cina.
Tak masuk akal bagi saya, jika pembangunan yang kecil saja, semua buruh dibawa dari Cina, bagaimana nasib warga di sekitar pabrik?. Saya tidak tahu nasib perekonomian mereka kelak, jika pemerintah tidak campur tangan mengurusi masalah kecil seperti ini, dan masih menganggap sepele para imigran Tirai Babu yang semakin lama semakin membludak.
Menuju ke Sorong, tidak begitu banyak perubahan yang saya rasakan. Masih hampir sama seperti pertama kali saya ke sini tiga tahun yang lalu. Seminggu di sini, hanyalah pertumbuhan pembangunan konstruksi yang saya lihat, khususnya pembangunan perumahan-perumahan di pinggiran kota untuk masyarakat kecil-menengah. Pasar Remu yag masih relatif ramai, sama seperti dahulu, dengan buah merah, sarang semut, atau gelang baja putih yang menjadi incaran pendatang seperti saya ini.
Kembali ke arah barat, dengan mengunjungi Kupang, kawasan Indonesia Timur bagian barat. Di sini, menurut saya belum begitu terlihat secara spesifik pembangunanya. Hanya pembangunan konstruksi yang masih belum rampung di sana-sini, baik pembangunan jalur darat, gedung – gedung, maupun perumahan.
adheb's photo
Para Imigran (gelap) yang Terdampar di Perbatasan
Dilanjutkan perjalanan darat ke arah selatan menuju Kabupaten Malaka, kabupaten yang baru mekar 3 tahun yang lalu dari Belu. Di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Timur Leste ini, secara umum masih sama saja, namun, jika dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, sudah lumayan ramai, dengan adanya pemekaran menjadi kabupaten tersendiri. Masalah air, masih saja menjadi kebutuhan utama yang cukup susah di beberapa tempat.
Belakangan, mulai dibangun sawah-sawah pertanian untuk menunjang perekonomian dan kebutuhan pokok di sini. Sebagai komitmen pemerintah dengan 3 negara lain, untuk membangun lumbung pangan di area perbatasan. Salah satunya, pembangunan lahan pertanian di kabupaten Malaka ini.
Untuk kondisi jalan, kecuali jalur kabupaten menuju ke Atambua (ibukota kabupaten Belu) atau ke Timor Leste, semua masih sangat memprihatinkan. Jalan antar kecamatan masih saja sebatas pengerasan jalan, belum sampai pengaspalan dan jika musim hujan tiba, ada kecamatan yang terisolir, karena belum adanya jembatan penghubung menuju ke kecamatan tersebut, termasuk listrik yang belum masuk dan juga sinyal yang susah di kecamatan itu
Untuk hewan ternak, baik kambing atau sapi masih mendominasi di daerah ini, dengan harga yang sangat murah bila dibandingkan dengan harga di Jawa.  Saat Idhul Adha, saya melihat sendiri, banyaknya warga yang berkurban disini. Dengan prosentase warga muslim yang sangat minim, dan mayoritas pendatang.  Dengan adanya masjid yang hanya sekitar 5 saja se- Kabupaten Malaka satupun tidak ada yang digunakan untuk sholat Ied. Hanya Lapangan Betun saja satu satunya tempat yang digunakan untuk shola tied di Kabupaten Belu ini.
Di perbatasan Timor Leste, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Mottamassin, di Kabupaten Malaka ini maupun PLBN Mota’ain di Kabupaten Belu sudah terlihat sangat megah, berkali-kali lipat daripada sebelumnya. Jika sebelumnya PLBN kita sangat kecil, sekarang kita patut berbangga diri ketika berada di zona perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste, karena PLBN kita terlihat sangat megah dan luas, bila dibandingan dengan Timor Leste.
PLBN yang diresmikan di akhir Desember ini kini bisa juga digunakan untuk pengurusan imigrasi dari dan menuju Timor Leste. Jangan heran, jika kalian melihat gedung perkantoran masih sangat kecil ataupun menumpang di kantor desa dan berpencar-pencar, kecuali gedung kantor bupati dan RSPP. (Bukan Pusat pertamina seperti yang saya kira sebelumnya, melainkan penyangga perbatasan).
Lanjut ke arah barat di Palembang, masih sama macetnya dengan sebelumnya. Apalagi, dengan adanya pembangunan LRT mendekati ASEAN games, hampir semua jalan yang sedang dibangun tiang pancang lalu lintasya sangat padat, apalagi di jam-jam sibuk. Bersabarlah bagi kalian yang melewati jalan seputaran Jembatan Ampera, karena macetnya minta ampun di jam sibuk.
Perjalanan ke selatan menuju kabupaten OKI, di perbatasan Mesuji masuk ke dalam lagi, geliat para petani dan buruh penyadap karet masih terlihat, walaupun tak seramai dahulu. Para petani karet masih bertahan dengan harga karet yang merosot drastis semenjak Jokowi menjadi presiden. Walaupun di akhir tahun 2016 ini ada kenaikan harga yang relatif sangat kecil. Pun begitu, rumah-rumah warga jauh di dalam sangat bagus. Membandingkannya dengan rumah di Jawa, maka rumahnya seperti rumah para wakil rakyat di DPR, khususnya mereka yang punya kebun karet luas, karena ini adalah hasil mereka ketika harga karet yang tinggi beberapa tahun sebelumnya.
Dengan harga karet yang seperti sekarang, maka masih ada saja para begal yang berkeliaran, di beberapa daerah di sumatera ini. Dan kebanyakan, mereka melakukan aksinya di tengah kebun karet, ataupun di tempat sepi dengan mengincar motor dan barang berharga korban. Jika korban berani melawan, sudah tentu mereka juga akan berani untuk menyakiti korban, demi barang rampasan yang akan mereka peroleh, sebagai akibat dari perekonomian yang lesu, menurut beberapa warga.
Terakhir, menyoroti sedikit Kabupaten Majalengka, salah satu kabupaten di Jawa Barat. Tinggal di sini di akhir tahun ini, saya bisa puas mengeksplore objek wisata yang ada di Kota pensiunan ini (julukan yang sama seperti kotaku). Di bidang kesehatan, secara umum terlihat pembenahan yang drastis, seiring kerja keras dari dinas terkait dalam hal kesehatan.
adheb' photo
Kota Majalengka
Namun, dalam hal sampah, kesadaran masyarakat masih saja kurang hampir di semua tempat, dan di beberapa tempat, kesusahan untuk mencari tempat pembuangan sampah umum karena kebiasaan warga yang membuang sampah di selokan ataupun sungai. Jangan sampai, kota yang menyimpan banyak tempat wisata alami dan menyejukkan ini lambat laun akan terkotori oleh sampah yang dibuang secara sembarangan terus menerus.
Karena sampai awal tahun, saya masih tinggal di sini untuk menikmati sejuknya alam mengunjungi setip sudut di lereng barat Gunung Cerme ini…