Selasa, 19 Desember 2017

UGM VS UNY Kuat-Kuatan Berdiam Diri Terhadap Kemacetan Di Simpang Selokan

UGM VS UNY Kuat-Kuatan Berdiam Diri Terhadap Kemacetan Di Simpang Selokan - Ketika aku kuliah di sini, hampir tiap mahasiswa memujinya dengan kota yang nyaman, ramah, sejuk, dan selalu ngangenin. Bahkan, bagi mereka yang pernah kuliah di sini, pasti akan mengatakan jika Jogja adalah kota yang ramah untuk ditinggali, selalu kangen buat datang ke tempat ini lagi setelah pulang kampung, bahkan tidak sedikit yang akhirnya tinggal di kota gudeg ini selepas kuliah entah untuk mencari nafkah ataupun sebagai tujuan tinggal yang mereka pilih. 

Namun, beberapa tahun terakhir banyak yang bilang kalau mereka resah dengan kemacetan yang terjadi di jalan-jalan utama kota ini. Bahkan belakangan banyak yang enggan buat keluar di kala weekend. Kemacetan hampir di setiap ruas jalan utama menjadi momok tersendiri saat weekend tiba, apalagi ketika ada tanggal merah sebelum atau sesudah hari libur yang memperpanjang weekend, dan secara otomatis akan memperpanjang hari kemacetan di Jogja tercinta ini. Tak heran, kaum millennial jaman now lebih memilih membeli kebutuhan mereka lewat aplikasi online, yang hanya dengan sentuhan jempol saja, barang atau makanan jadi sudah bisa sampai di rumah tanpa harus berjibaku dengan kemacetan di Jogja ini.
Begitu juga dengan saya, yang sudah 10 tahun tinggal di kota yang sudah saya anggap tempat tinggal sendiri ini. Sama seperti yang lain, kadang saya juga enggan jika harus keluar rumah di hari libur, apalagi dikala siang atau sore hari melewati jalur utama yang selalu macet. Jika bisa memilih, seringkali saya keluar rumah menghindari hari libur. Atau, jika di hari libur, saya lebih suka bepergian pagi hari, atau malam hari sekalian, agar tidak terjebak antre kemacetan yang harus diterobos demi ke suatu tempat tujuan.
Namun, belakangan saya agak resah dengan adanya kemacetan di Jalan Selokan Mataram dekat UGM, dimana jalan tersebut merupakan jalan yang sering saya lewati menuju ke berbagai tempat. Maklum lah, kos saya yang berdekatan dengan UGM membuat saya harus melewati jalan tersebut untuk keluar lokasi, walaupun kadangkala bisa memutar melewati jalan tikus yang sering bisa saya lalui untuk menuju ke daerah lain. Tak bisa dipungkiri, jika jalan ini mau tak mau, acapkali saya juga harus melalui jalan ini daripada harus jauh-jauh memutar melewati jalan tikus, karena jalan ini merupakan salah satu jalan utama yang cukup strategis buat ke berbagai lokasi di deket UGM maupun UNY, bahakan untuk ke daerah lain yang harus melewatinya.
Tidak seperti Jalan Selokan Mataram di daerah Babarsari yang cukup lama terjadi penumpukan kendaraan karena sempitnya jalan yang harus dilewati kendaraan, 2 tahun belakangan Jalan Selokan Mataram di seputaran UGM dan UNY selalu macet di kala jam-jam sibuk, khususnya siang hingga sore hari. Bukan disebabkan oleh jalannya yang kurang lebar, karena menurut saya jalan ini sudah cukup lebar dengan 2 jalur. Namun yang paling terasa adalah ketika ada pengalihan arus sebagai salah satu kebijakan kampus UGM, untuk meminimalisir kendaraan umum agar tidak melewati area dalam kampus.
Sejak jalur melewati daerah lembah UGM ditutup untuk umum, dan arus kendaraan dialihkan melalui polsek Bulaksumur, melewati persimpangan sebelah barat Teknik UNY, jalan di persimpangan antara UGM dan UNY tersebut semakin hari semakin macet. Hal ini dikarenakan kendaraan dari arah Sagan menuju ke arah Deresan, Klebengan, dan sekitarnya harus melewati jalur tersebut, jika tak ingin memutar melalui Perempatan Mirota Kampus yang selalu macet.
Belum Lagi, mereka harus memutar terlebih dahulu lewat selatan Bundaran UGM, atau memutar melalui Gejayan jika tujuannya di sebelah timur. Otomatis, jalur ini merupakan salah satu alternatif yang paling dekat untuk, walaupun sama-sama tidak begitu efektif untuk dilalui.
Sebagai jalan utama di lingkungan kampus, kadang kala ada petugas kampus yang bersedia mengatur arus lalu lintas jika ada kegiatan di kampus yang bersangkutan. Atau petugas jaga dari pihak kepolisian yang selalu mengatur lalu lintas, walaupun hanya di jam tertentu saja. Tetapi di saat jam sibuk di siang hari, atau bahkan di sore hari, seringkali tidak ada petugas yang menjaga persimpangan yang selalu bikin macet ini.
Bukan karena persimpangan yang sempit, tetapi yang menyebabkan kemacetan ini adalah tidak adanya rambu lalu lintas atau petugas pengatur lalu lintas yang senantiasa menertibkan para pengendara jalan. Alhasil, seringkali pengemudi mobil turun dan mengatur arus lalu lintas setelah mobilnya cukup lama terjebak kemacetan, agar mobilnya bisa keluar dari jebakan kemacetan, karena banyak yang selalu ingin menang sendiri tanpa adanya koordoinasi. Namun setelah mobilnya keluar, mereka melanjutkan perjalanannya lagi menuju tujuan. Begitulah yang selalu terjadi, tidak banyak pengemudi yang merelakan diri membuka kemacetan agar kendaraannya bisa keluar dari kemacetan.
Kadang kala, ada juga warga yang rela mengatur lalu lintas setelah melihat kemacetan panjang yang tak kunjung usai, dan mereka yang bisa keluar dari kemacetan akan memberikan uang receh mereka sebagai bentuk terima kasih atas bantuan tersebut. Saya sendiri tidak begitu tahu, apakah warga setempat atau bukan. Tetapi, saya salut kepada mereka, yang memang bertujuan mulia untuk mengurai kemacetan. Tidak seperti pak ogah yang memang ingin mencari penghasilan dengan ikut membantu menyeberangkan kendaraan di jalan raya.
Pertanyaan saya, sampai kapan pihak elit terkait akan berdiam diri atas kemacetan yang terjadi cukup lama ini? Khusnudzon saja, mungkin pihak kampus UNY tidak begitu memperdulikan walaupun kemacetan ini terjadi di area kampusnya, karena menganggap UGM lah yang harus bertanggung jawab, sebagai imbas dari kebijakan penutupan jalan melalui lembah UGM, sehingga masih berdiam diri atas fenomena ini. Ataukah pihak UGM yang juga lepas tangan, karena menganggap jika ini merupakan jalan umum dan bukan jalan kampus, sehingga pemerintah setempat-lah yang harus turun tangan menyelesaikan permasalahan kemacetan jalan umum ini.
Kadangkala, ketika melewati jalan ini saat kemacetan parah, saya berhenti sejenak untuk melihat pak ogah yang dengan rela hati mengurai kemacetan tanpa menyadongkan kotak untuk meminta sumbangan bagi mereka yang melewatinya, sambil berpikir, sampai kapan mereka akan berdiam diri membiarkan ini terjadi (dan diakui, memang saya hanya melihat suasana, dan belum tergerak untuk membantu mengurai kemacetan itu).
Menurut Wiliiam N. Dunn, lewat buku terjemahannya yang diterbitkan oleh Gajahmada University Press menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Secara sederhana dapat didefinisikan bahwa kebijakan publik adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pengambil keputusan.
Namun apakah para elit akan mengambil keputusan untuk tidak melakukan sesuatu atas kejadian ini? Dalam jangka panjang mungkin perlu dirumuskan suatu solusi yang bisa memecahkan permasalahan ini, seperti kasus Jalan Selokan Mataram dari arah Gejayan menuju ke Babarsari misalnya, yang direncanakan untuk diperlebar agar mengurangi kemacetan. Tentunya ini membutuhkan waktu yang tidak singkat, karena butuh proses, baik dari sisi perencanaan, anggaran maupun proses pengerjaan yang tidak sebentar.
Bagi saya kemacetan yang terjadi di jalan Selokan Mataran seputaran UGM-UNY ini merupakan sesuatu yang urgen, dan harus secepatnya dicarikan solusi oleh pihak terkait, baik oleh UGM, UNY, maupun pemda setempat (dalam hal ini Dishub Sleman yang mempunyai wewenang), baik dengan cara membuat rekayasa arus lalu lintas baru, pemberian rambu-rambu, ataupun menempatkan petugas yang bisa menjaga persimpangan setiap saat secara bergantian agar kemacetan bisa terkurangi. Kolaborasi ketiganya sangat diperlukan dalam waktu dekat ini, sambil mencari solusi yang tepat untuk jangka panjang atau menyelaraskan dengan roadmap lalu lintas yang mungkin akan direncanakan ke depan.
Jika elit terkait sadar dan tergerak akan hal ini, maka masyarakat khususnya mahasiswa UGM maupun UNY yang melewati jalan ini tidak akan kelamaan melewati jalur ini dan bisa mengurangi bahan bakar yang terbuang sia-sia saat menunggu kemacetan di Jalan Selokan Mataram ini. Begitu juga saya, bisa nyaman menuju suatu tempat melewati jalan ini…

SalamAspalGronjal