Rabu, 18 Juli 2018

Pendakian Gunung Argopuro Via Baderan-Bremi

Pendakian Gunung Argopuro Via Baderan-Bremi - Pendakian kali ini, kami akan mengujungi salah satu gunung dengan track pendakian terpanjang di Jawa. Seperti pada tahun sebelumnya, kami sudah berencana jauh-jauh hari untuk melakukan pendakian pasca lebaran ini. Maklum, kami semua pengangguran, jadi cukup enjoy dan bisa mendaki gunung kapanpun saat ada kemauan. Tinggal budjet saja yang harus disesuaikan, hehe...

Seperti yang kita ketahui, Gunung Argopro adalah salah satu gunung dengan track terpanjang di Jawa, dengan panjang track sekitar 50 km, sehingga butuh persiapan yang matang baik manajemen logistik maupun manajemen perjalanannya. Gunung yang berada kawasan Suaka Margasatwa Pegunungan Yang ini berada di antara gunung Raung dan juga Semeru. Posisi Gunung Argopro ini berada di 5 kabupaten yaitu Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, dan Situbondo, dengan luas hampir 15 ribu hektar.
Terdapat  3 puncak tinggi yang menjadi tujuan utama para pendaki ketika melakukan perjalanan pendakian ke tempat ini, yaitu puncak Arca/Puncak Hyang, Puncak Rengganis, dan Puncak Argopro sebagai puncak tertingginya. Konon, di salah satu puncak ini, yaitu Puncak Rengganis adalah tempat bermukim Dewi Rengganis pada saat itu, adik dari Nyi Roro Kidul.
Rute yang kami pilih adalah Baderan-Bremi dengan melintas melalui puncak. Jika di tahun sebelumnya referensi yang umum dipakai adalah jalur Bremi-Baderan, beberapa tahun terakhir jalur Baderan-Bremi sudah mulai banyak dijdikan referensi oleh para pendaki. Seperti pepatah bilang: Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Lewat jalur Baderan-Bremi ini kita akan melewati jalur dengan track yang lumayan panjang namun relatif landai, dan setelah melalui puncak, kita bisa istirahat menikmati indahnya Danau Taman Hidup sambil berenang maupun memancing di sana (kalau mau), sebelum kembali lagi turun ke beskem Bremi.
Dua orang dari kami pernah mendaki gunung ini sebelumnya di tahun 2013 dan 2014. Tetapi melalui jalur Bremi-Baderan serta Baderan-Bremi tanpa melintasi puncak. Sebelumnya, untuk melintas antar jalur ini umumnya melalui Cisentor sebagai persimpangan antar jalur. Baru pada setahun terakhir, jalur lintas melalui Puncak Argopuro dengan melewati Cemoro Limo banyak dilalui oleh para pendaki, dan cukup mempersingkat waktu perjalanan kami.
Lain halnya jika kita start melalui Bremi. Start dari sini relatif lebih cepat, bahkan bisa ditempuh dalam 2 hari saja sampai puncak, dengan medan yang cukup terjal dan lebih pendek. Bagi kalian yang tujuan utamanya adalah menuju puncak dengan waktu singkat, maka jalur ini menjadi referensi tersendiri. Namun jika ingin menikmati perjalanan sambil melihat pemandangan dan hewan-hewan liar seperti babi hutan, monyet, ayam hutan, dan juga merak, jalur Baderan lebih nyaman, dengan menginap semalam di Cikasur sambil menunggu merak di pagi hari. Bisa juga naik lewat Bremi dulu, lalu menimati sisa perjalanan di Cikasur sebelum turun ke Baderan, namun dengan perjalanan turun yang masih panjang.
adhb's gallery
Beskem Baderan
Kembali ke perjalanan kami, tidak lupa kami belanja bekal terlebih dahulu di pasar Besuki sebelum melanjutkan perjalanan menuju beskem Baderan. Beskem Baderan terletak di Kecamatan Sumbermalang, Kabupaten Situbondo. Dan tepat setahun yang lalu saya berada di daerah ini selama satu minggu untuk pergi ke kebun-kebun kopi milik warga untuk melihat  sejauh mana budi daya kopi di sini bisa meningkatkan kesejahteraan warga sekitar, termasuk juga rantai distribusi penyaluran buah kopi di wilayah ini. So, jadi saya sudah sedikit banyak mengetahui wilayah desa di seputaran Sumber Malang ini.
Di Baderan ini tidak terlalu banyak toko kelontong yang menjual aneka keperluan untuk mendaki gunung, apalagi sayuran. Karena di sana mayoritasnya adalah petani kopi dan tembakau. Berbeda dengan warga di Bremi yang sudah ramai dengan banyak kios besar, serta jalan yang sudah aspal bagus.
Siang hari kami telah sampai di Baderan, dan istirahat sambil mempersiapkan perlengkapan untuk perjalanan esok hari. Tak lupa kami melapor dan registrasi terlebih dahulu sebelum melakukan pendakian.

Hari ke 1
Kami memilih untuk menggunakan ojek dari beskem menuju ke batas makadam sejauh 4 kilometer untuk menghemat tenaga kami di awal. Dengan menggunakan ojek ini kami bisa menyimpan tenaga yang seharusnya bisa ditempuh sekitar 4 jam-an. Jalan yang dilalui adalah tanah berbatu dengan banyak gundukan, sehingga kami harus berhati-hati saat naik ojek. Bagi kalian yang gak biasa, maka perjalanan ini terasa sedikit sakit, dengan jalan rusak yang bergelombang. Sepanjang jalan masih banyak perbaikan yang sedang dikerjakan oleh masyarkat baik membersihkan jalan, menambal jalan, maupun mereka yang sedang membuat talud agar jalan tidak tergerus air ketika hujan.
Tiba di batas makadam, kami mulai melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju ke Pos Mata Air 1. Di sini kami istirahat sebentar sambil makan siang dari bekal yang sudah kami persiapkan sebelumnya, agar menghemat waktu perjalanan kami. Setelah itu kembali melanjutkan perjalanan menuju ke pos mata air 2. Jalan yang kami lalui banyak percabangan, antara jalur biasa dan jalur yang bisa dilalui sepeda motor. Jalur yang bisa dilalui oleh sepeda motor ini cukup sempit dan agak berlumpur, sehingga kita harus menapakkan kaki kita di tengah-tengah jalur tersebut, sambil berhati-hati agar tidak terpeleset.
Kami memilih mendirkan tenda di pos mata air 2 ini, karena selain dekat dengan mata air, lokasi camp cukup tertutup dari terpaan angin. Jika ingin mengambil air, kalian bisa turun sekitar 100 meter ke bawah di samping kanan tempat camp. Tetapi, kalian perlu berhati-hati, karena jalan menurun ini cukup terjal dan sedikit licin, dan apalagi di musim hujan. Ada 2 tempat yang bisa dijadikan sebagai tempat camp di sini, yaitu di bagian atas dan sebelah bawah. Kami memilih di bagian bawah, karena agak tertutup oleh pepohonan, sehingga lebih nyaman.

Hari ke 2
Setelah berkemas-kemas, kami melanjutkan perjalanan menuju titik selanjutnya yaitu Cikasur. Di awal perjalanan, kita banyak melalui semak-semak yang tinggi, sehingga jalan agak tertutup. Setelah itu kita akan melewati alun-alun kecil yang cukup bagus dengan pemandangan padang sabana-nya. Tak berselang lama, kita juga akan menemui alun-alun besar, dengan sabana yang lebih luas dari sebelumnya. Yang perlu diperhatikan, sepanjang perjalanan, kita harus berhati-hati karena ada tanaman yang banyak terdapat di Argopro ini yang perlu kita waspadai, yaitu pohon jelatang (Gardenia Palmate) atau yang biasa orang sebut dengan pohon jancukan. Mungkin dulu waktu orang sini terkena pohon ini, maka mereka reflex mengatakan “jancuk”, sebuah kata bijak yang umum dipakai orang Suroboyoan.. hehe.
Jika terkena tanaman berduri ini, maka bagian itu akan terasa gatal, seperti pengalaman saya saat terkena pohon ini secara tidak sengaja ketika akan tiba di Cikasur. Rasa gatal tersebut sampai berjam-jam baru bisa hilang. Jangan lupa juga, jika terkena tanaman ini sebaiknya durinya cepat-cepat dicabut agar tidak tertancap terlalu dalam di kulit. Keluar sedikit dari hutan kita akan melewati sabana lagi sebelum tiba di sungai Qolbu, yang banyak didatangi oleh merak di pagi hari untuk minum air. Naik sedikit dari sungai Qalbu, kita akan sampai di Cikasur, tempat camp kita selanjutnya.
Bagi kalian yang ingin menikmati perjalanan, Pos Cikasur ini sangat dianjurkan sebagai tempat menginap kalian sambil hunting merak. Karena di sekitar sini banyak merak yang berkeliaran dengan bulu yang berwarna indah seanjang 1 meter atau lebih. Tetapi kalian harus melihat dari jauh karena jika kalian mendekat, merak terebut akan terbang menjauh. Lokasi yang paling sering didatangi adalah sungai Qolbu ketika pagi hari. Merak-merak tersebut biasanya mencari minum di sini, dan kalian bisa melihatnya dari jauh. Beruntung, selama di Cikasur saya bisa melihat merak lebih dari 5 kali walaupun sebentar-sebentar.
Sungai Qolbu ini sangat jernih, dengan banyak tumbuhan selada air yang mengapung di atasnya. Namun sayang, beberapa pendaki mencuci bekas makan mereka di sungai, bahkan ada yang buang air di sini, membuat pemandangan sungai kurang mengenakkan. Tetapi, kalian perlu mencoba selada air ini untuk dimakan, dan saya anjurkan untuk mengambilnya di bagian hulu yang masih bersih. Jika membawa sambal pecel, maka rasanya sungguh luar biasa. Hem….
Menurut cerita pak Arifin ang berada di beskem Bremi, pada zaman dahulu Cikasur ini merupaan tempat penangkaran rusa di zaman Belanda, dan mereka membuat landasan pesawat untuk membawa olahan daging rusa tersebut ke tempat lain. Berjalan agak ke tengah, ada himbauan untuk dilarang melintas. Jika masuk lebih dalam ke areal tersebut, ditakutkan kita bisa tersesat jika tanpa pemandu, mengingat jalan di sana banyak bercabang menuju ke area hutan yang lain.

Hari ke 3
Seperempat jam melakukan perjalanan dari Cikasur dengan sedikit menanjak, maka kita akan melihat bekas landasan pesawat terbang pada jaman Belanda tersebut dengan jelas. Bekas landasan pesawat ini tidak begitu terlihat saat kita di Cikasur, sehingga sebaiknya kita berhenti sejenak di tanjakan ini untuk sekedar melihat pemandangan tersebut, sesekali sambil mengambil foto bekas landasan pesawat yang cukup luas.
Setelah melewati jalur yang agak lebat dengan rumput-rumput liar, serta lagi-lagi melewati sabana, kita tiba di pos Cisentor menyeberang sungai kecil. Sebelumnya, kita akan melihat banyak pohon berukuran besar yang sudah tumbang akibat kebakaran hutan. Bahkan beberapa pohon yang dilewati ukuranya cukup besar, diperkirakan dengan diameter lebih dari 2 meter.
Perjalanan kita kali ini lumayan santai, karena setelah perdebatan cukup panjang di malam hari tadi, akhirnya kami menambah hari satu malam dengan menginap di Cisentor ini. Sebelumnya kami berencana untuk langsung menginap di Sabana Argopro yang terkenal dengan sebutan Sabana Lonceng. Sabana Lonceng sendiri sebetulnya berlokasi agak di dalam, dan bukan di pinggir jalur. Tetapi, karena banyak yang menyebut lokasi ini dengan Sabana Lonceng, maka hingga sekarang Pos ini banyak yang menyebutnya dengan Sabana Lonceng.
Jalur menuju ke Cisentor ini relatif landai dengan didominasi oleh rumput dan semak-semak setinggi orang dewasa. Kalau kalian jalan di malam hari, perlu berhat-hati karena seringkali jalur tertutup oleh semak-semak. Beberapa pohon tumbang di sekitaran jalur, dan jika tidak waspada, kita bisa terkantuk.
Di Cisentor ini, kita akan menemui gubug yang bisa untuk berteduh di seberang sungai. Di depan gubug inilah kami mendirikan tenda. Sedangkan jika ingin menuju Taman Hidup, kita bisa menerabas melalui jalur di belakang gubug ini. Sungainya di sini cukup bersih, dengan debit air yang cukup banyak, sehingga kalian tidak susah-susah membawa air dari bawah. Berbeda dengan Rawa Embik, walaupun terdapat air, tetapi tidak sejernih dan sebesar debit sungai di Cisentor ini.
Lokasi camp di depan gubug ini hanya bisa untuk sekitar 5-6 tenda, tetapi di sebelah samping atas sungai terdapat lokasi yang sangat luas untuk mendirikan tenda, bekas dari camp para tentara yang melakukan latihan dan bermalam di sini.

Hari ke 4
Lagi-lagi, perjalanan kami kali ini agak santai, karena tujuan kami selanjutnya adalah Sabana Lonceng. Perjalanan awal dimlai dari Cisentor menuju ke Rawa Embik. Seperti ketika akan tiba di Cisentor, dalam perjalanan menuju ke Rawa Embik ini kita juga akan melihat banyak bebatuan berukuran besar di kanan-kiri jalan. Jauh di sebelah kanan Rawa Embik terdapat Gunung Semeru, dan jika kalian ingin mengeksplore, maka kalian harus belok ke kanan di pertengahan jalur antara Rawa Embik-Sabana Lonceng, tetapi sebaiknya membawa pemandu atau teman yang sudah pernah ke lokasi tersebut untuk agar tidak tersesat.
Sampai di Rawa Embik cuaca terlihat mendung, dan gerimis mulai tiba, sehingga kami harus memakai ponco maupun jas hujan dalam pendakian menuju ke Sabana Lonceng. Sepanjang perjalanan ini kita disuguhi oleh pepohonan edelweiss nan hijau yang cukup banyak dengan ketinggian antara 1 sampai 3 meter. Ada juga pohon yang sudah tua dengan tinggi lebih dari 4 meter. Pemandangan edelweiss nan hijau ini baru saya jumpai di pegunungan Argopro dan belum pernah saya jumpai di gunung-gunung lainnya.
adhb's gallery
Menyusuri  Hijaunya Hutan Edelweiss
Mendekati Sabana Lonceng, suasana kabut menyelimuti perjalanan dengan cuaca segar sehabis hujan. Kami langsung mendirikan tenda, karena beberapa teman sudah kedinginan akibat terpaanhujan sepanjang perjalanan. Ternyata, malam ini hanya kami saja yang bertenda di pos Sabana Lonceng ini, tanpa ada tim lain yang ikut menemani suasana malam kami di sini.
adhb's gallery
Kabut di Sabana Lonceng
Hari ke  5
Pagi hari kami summit ke puncak Rengganis. Perjalanan ke puncak Rengganis dari Sabana Lonceng hanya sekitar 500 meter dilalui dengan santai tidak sampai 30 menit. Kami hanya membawa perbekalan sedikit, dan barang-barang lain kami tinggal di tenda. Sebelum sampai di puncak kami melihat beberapa bekas bangunan di sebelah kiri jalur (sedikit agak masuk) serta tumpukan batu yang menyerupai makam di sebelah kanan. Kami sendiri tidak tahu, apakah itu makam atau bukan, karena tidak ada tanda-tanda seperti nisan ataupun hal lain yang bisa meyakinkan kami mengenai hal itu. Sesekali, saya mengamati tumpukan-tumpukan batu kecil yang ditata ke atas oleh para pendaki yang iseng belajar menata batu biar bisa simetris. Konon, di puncak Rengganis ini terdapat batu yang ada airnya, dan jika beruntung, kita bisa mengambil air tersebut sampai beberapa botol.
Setelah merasa cukup explore Puncak Rengganis, kami kembali lagi ke tenda. Tak lupa sarapan buat persiapan summit ke puncak tertinggi, yaitu puncak Argopuro. Perjalanan summit kali ini agak siangan, karena kami istirahat sebentar sambil mengeringkan barang yang basah kemarin. Cuaca kali ini cukup cerah, menemani perjalanan summit sekitar 30 menit menuju puncak dengan medan yang cukup terjal.
Di Puncak Argopro ini ditandai dengan patok baja triangulasi yang tidak terlalu tinggi. Tidak seperti pemandangan puncak di gunung yang lain, di puncak Argopro ini terdapat beberapa pohon yang menjulang, walaupun tidak terlalu tinggi.
Perjalanan kami lanjutkan kembali ke puncak Arca/Puncak Hyang, melewati bebatuan yang agak landai. Tidak sampai 30 menit kami sudah sampai di puncak Arca. Sedikit flashback di di tahun 2006 lalu, ada teman dari salah satu anggota tim kami yang hilang misterius, dan hanya ditemukan jejak gelasnya di saddle dari Puncak Argopuro menuju Puncak Arca ini dan belum ketemu hingga sekarang.
Puncak Arca berada di sebelah atas, sedangkan arcanya sendiri agak di bawah tertutup tanah dengan jarak sekitar 3 meter dari Puncak Arca tersebut. Tetapi kepala arca tersebut kini sudah tidak ada akibat ulah tangan orang jahil yang mengambil patung kepala arca secara tidak bertanggungjawab. Kami beruntung, bisa melihat awan indah di seberang sana dari bawah puncak Arca ini, ketika kabut turun.
Setelah itu kami turun menuju ke Danau Taman Hidup, melalui Cemoro Limo. Perjalanan ke Cemoro Limo ini cukup terjal, dan melalui beberapa tebing. Kami juga menemukan beberapa sungai musiman, yang hanya ada air ketika musim hujan. Sepanjang perjalanan kita perlu berhati-hati, karena tanahnya cukup licin.
Di Cemoro Limo terdapat tanda bekas camp tentara seperti halnya di Cisentor. Tempat ini sangat cocok untuk beristirahat sejenak, di bawah naungan pohon cemara yang rindang, dan kita juga bisa melihat pemandangan awan. Di depannya juga terdapat puncak, tetapi tidak ada jalur untuk menuju ke sana. Kami sebenarnya sudah mencoba untuk naik ke puncak tersebut untuk melihat danau yang ada di atas puncaknya, namun belum ada setengah perjalanan, kabut melanda, sehingga kami memutuskan untuk kembali turun ke Cemoro Limo.
Konon, dulu gunung tersebut merupakan daerah yang subur dan indah, dengan danau yang berada di atas puncak. Namun karena Dewi Rengganis tidak suka, maka gunung tersebut dikutuk menjadi daerah yang kering dan tandus. Bahkan sampai sekarang, ketika musim hujan tiba, danau tersebut tetap tidak ada airnya.
Zein Galley
menikmati kopi pagi di Danau Taman Hidup
Lelah terasa hilang, setelah kita tiba di Danau Taman Hidup yang cukup luas dengan pemandangan berselimut kabut ketika kami sampai. Kalian bisa mendirikan tenda di pinggir danau ini sambil menikmati pemandangan layaknya di Ranukumbolo, tetapi suhunya cukup dingin di malam hari. Jika ingin mencari yang agak tertutup, lebih baik mendirikan tenda di area camp yang agak masuk, agar lebih nyaman.
Saya iseng-iseng mengelilingi danau ini, dengan berjalan sekitar 1 jam. Namun, jika ingin berjalan di area danau, lebih enak tidak memakai sepatu karena beberapa tanah tergenang air. Di seberang danau, tanah berwarna merah dan sedikit licin. Banyak babi hutan di sana, karena daerahnya cukup rimbun. Saya sendiri beberapa kali melihat segerombolan babi hutan yang berlarian masuk ke rerimbunan pohon.

Hari ke 6
Hari terakhir perjalanan ini, kami lakukan dengan santai. Setelah mengambil gambar di danau, kami melanjutkan menyusuri hutan dengan jalan tanah menurun. Jalur yang kita lalui banyak percabangan ataupun ada 2 jalur. Namun rata-rata jalur tersebut bertemu setelah beberapa meter kita berjalan. Jadi kalian bebas memilih apakah mau menggunakan jalur yang landai, atau jalur yang lebih cepat. Semua sama saja, karena akan kembali bertemu di jalur berikutnya.
Di bagian bawah, kita akan banyak melihat pohon damar yang diambil getahnya oleh masyarakat sekitar. Kemudian terakhir, kita akan melalui kebun milik warga yang banyak ditanami berbagai jenis sayuran, dengan sungai kecil di pinggirnya. Airnya sungguh menyegarkan jika diminum. Di sebelah kiri kita terdapat Gunung Gendeng menjulang tinggi di seberang sungai, dengan punggungan yang menyatu ke arah puncak.
Tidak terasa, kami sampai di beskem Bremi setelah melalui perjalanan selama enam hari ini. Oya, jika kalian naik angkutan, dari Bremi ini hanya 2 kali lewat, yaitu di pagi hari sekitar jam 6 dan sore hari sekitar jam 4. Selamat mencoba…

Berikut estimasi pilihan biaya yang perlu kalian keluarkan

Tarif ojek :
Besuki-Baderan     (+/- 30 menit)              : 45.000-50.000,-
Beskem-Batas Makadam (+/- 30 menit)    : 40.000,-
Baderan-Cikasur     (+/- 3 jam)                  : 300.000,-

Biaya Registrasi lokal :
Week days    : 20.000/orang/hari
Week end    : 30.000/orang/hari
Mancanegara :
Week days    : 250.000/orang/hari
Week end    : 375.000/orang/hari

Estimasi lama perjalanan kami (santai dengan carrier)
Beskem Baderan – Batas Makadam (dengan ojek)   : 30 menit -- jarak 4 km
Batas Makadam – Pos Mata Air 1                             : 4 jam – jarak 3 km
Pos Mata Air 1 - Pos Mata Air 2                               : 3 jam – jarak 5,5 km
Pos Mata Air 2 – Alun-Alun Kecil                            : 1 jam – jarak 2,5 km
Alun-Alun Kecil - Alun-Alun Besar                         : 2 jam – jarak 2 km
Alun-Alun Besar – Cikasur                                       : 1,5 jam – jarak 3,5 km
Cikasur - Cisentor                                                      : 5 jam - jarak 5 km
Cisentor - Sabana Lonceng                                        : 6 jam - jarak 5,5 km
Sabana Lonceng - Puncak Rengganis                        : 20 Menit - Jarak 0,5 km
Sabana Lonceng - Danau Taman Hidup                    : 6 jam - jarak 9,5 km
Danau Taman Hidup - Bremi                                     : 3 jam - jarak 7,5 km
Zein Gallery
The Slacker Hiker Team

The Slacker Hiker Team :
Septian
Uki Wardoyo
Janatan Ginting
Adheb