Jumat, 28 September 2018

Tuhan dalam Secangkir Kopi 'sebuah resensi'

Tuhan dalam Secangkir Kopi - Membaca buku karanga Denny Siregar ini akan membawa pikiran kita ke kehidupan yang selalu dirasakan oleh kebanyakan orang, dimana di dalam suatu kehidupan tidak selamanya kita akan berada di atas. Roda terus berputar, kadang kita akan berada di atas, bahkan mengawang-awang, akan tetapi suatu saat kita juga akan mengalami sebuah keterpurukan, akan jatuh kebawah bagaikan gerakan roda itu yang kadang di atas, kadang di bawah.
Seperti kata dia, disaat manusia serba berkecukupan kita akan semakin mengejar duniawi, sehingga aspek ukhrowi terkikis sedikit demi sedikit. Di saat itu, kebutuhan kita akan terus dan semakin bertambah tanpa merasa cukup. Kita serba membutuhkan sesuatu yang sebenarnya hanya sebagai pelengkap keinginan kita. Tetapi di saat kita terpuruk, baru kita ingat dan menyadari akan adanya Tuhan dan berdamai dengan keadaan. Maka dari sinilah kita mulai bangkit dari keterpurukan. Di saat proses kebangkitan inilah kita akan mulai mersakan secercah cahaya, butiran-butiran mutiara harapan setelah kita bisa bersyukur dengan segala keadaan yang menyatu dengan kita, di dalam segala kemungkinan hidup.

Namun, hal yang paling susah adalah mempertahankan rasa syukur itu ketika kita kembali diberi kesuksesan, ketika keadaan kita kembali seperti semula disaat kita hidup serba ada. Kebanyakan dari kita akan kembali lagi lupa seperti saat kita sukses sebelumnya, ketika posisi kita berada di atas pusaran roda kehidupan ini. Itulah sebuah roda kehidupan yang secara sadar atau tidak sadar banyak dilalui kita sebagai manusia ciptaan-Nya. Semoga kita bisa mempertahankan rasa syukur kita akan semua nikmat yang diberikan oleh-Nya.. amin..

Gaya bahasa beliau berusaha berdialog dengan Tuhan bersama secangkir kopi ini, merupakan suatu gaya bahasa yan agak mendalam. Bukan bermaksud untuk ‘menghadirkan’ Tuhan di dunia, tetapi berusaha menggambarkan Tuhan secara lebih sederhana hadir bersama manusia, di dalam kehidupan sehari-hari kita. Sangat mirip dengan gaya bahasa Cak Nun dalam bukunya, Secangkir Kopi Jon Pakir yang selalu menghadirkan setiap cangkir kopi menemani setiap bab di dalam tulisannya. Mereka memperlihatkan dialog dengan gelas kopi, bahwa kopi bisa menemani kita kapanpun, dimanapun, dan  dalam keadaan apapun. 

Orang moderat akan melihat ini hanya sebagai sebuah perumpamaan, bahwa kita bisa merasakan kehadiran Tuhan dalam dunia nyata tanpa harus menjadi manusia sufi yang hanya bisa dilalui oleh segelintir orang saja. Tetapi bagi yang mensyakralkan Tuhan, hal ini mungkin sangat dibenci karena menghadirkan Tuhan dalam dunia nyata. Mempersamakan Tuhan dengan ciptaan-Nya, layaknya mempersekutukan-Nya. 

Teringat, tatkala saya memposting story dengan menyanding 3 buah buku yag saya beli sekaligus saat itu, ‘Tuhan dalam Secangkir Kopi’,’Kitab Kopi dan rokok’, serta ‘Secangkir Kopi Jon Pakir’ yang saya beli secara online dan tiba bersamaan. Salah seorang teman baik saya langsung komentar “Buku ini paling bangsat” sambil memberitahu buku karangan Denny Siregar ini. Entahlah, karena dia selalu mengikuti tulisan-tulisan beliau atau kesal sehabis membaca bukunya, saya tidak tahu. Saya sendiri belum pernah mengenal dan membaca buku karangan beliau. Bahkan saya juga belum membaca satupun dari tiga buku yang sama sama keluaran lama itu. Mungkin, dia merasa terkena sindiran yang ditulis di dalam buku, atau mungkin banyak pemikirannya yang tidak sependapat dengan yang ada di dalam buku itu. Atau saja, mungkin dia sangat benci dengan pemahaman poligami yang beberapa kali diulas di dalam buku itu, seakan-akan penulis sangat menganjurkan untuk berbuat poligami.

Seperti yang dibahas di dalam buku, poligami memang sunnah, dan wanita sangatlah kuat jika dia rela untuk dipoligami. Tapi jika itu dalam keadaan yang benar-benar tidak bisa dihindarkan sehingga dia rela suaminya untuk berpoligami (silahkan pahami sendiri). Bahkan disitu juga disebutkan dengan terang, yaitu jika kalian tidak mampu, maka sebaiknya jangan. Memang, poligami adalah suatu hal yang sensitif sehingga banyak menimbulkna pro-kontra di kalangan masyarakat. Maka, kurangilah membahas masalah poligami, hehe. 

Terakhir, tidak semua statemennya tentang Tuhan saya sepakati, tetapi secara keseluruhan dia dapat menyuguhkan kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari kita secara lebih sederhana. Sesederhana kita ketika tiba-tiba teringat akan adanya Tuhan…..
lalu lupa lagi….
Selamat ngopi