Jumat, 30 Desember 2016

Refleksi 2016, Sudut Pandang Seorang Petualang

Refleksi 2016, Sudut Pandang Seorang Petualang - Iseng iseng ingin ikut trend berbagai kalangan yang menulis refleksi akhir tahun, kali ini saya ingin menulis refleksi perjalanan saya di tahun 2016 ini dan menumpahkan catatan ke dalam refleksi akhir tahun 2016. Sebuah catatan perjalananku di tahun 2016 ini ke beberapa tempat di Indonesia, melihat Indonesia sendiri secara langsung dari apa adanya, bukan ada apanya.
Bukan seperti laporan tahunan Indonesia, atau laporan tahunan lainnya yang menggambarkan keadaan Indonesia secara makro dengan data yang global, namun ini hanyalah tulisan gambaran keadaan dan suasana  daerah yang saya lalui, yang saya kunjungi, dengan menggambarkan beberapa perubahan yang terjadi ataupun keadaan di tahun 2016 ini dari mata saya sendiri.
adheb's photo
Wisatawan Sedang Mengunjungi Pantai Losari
Mengunjungi Sulawesi Selatan di awal tahun 2016, ada beberapa hal yang menarik yang belum saya ketahui. Pantai Losari  dengan suasana yang cukup nyaman, seperti penataan PKL yang menjadi satu titik, parkir gratis yang disediakan oleh pemda dengan patroli dari pol PP yang membuat nyaman para pengendara yang memarkir kendaraan di area parkir. Selain itu, jalur pedestrian yang sangat luas, membuat nyaman para wisatawan yang ingin berjalan-jalan di sepanjang pantai itu.
Pembangunan kawasan pedestrian di sepanjang pantai Losari ini, dengan bangunan masjid terapungnya bagi saya sudah menjadi nilai plus, walaupun mungkin membuat pantai ini menjadi tidak alami sama sekali. Malahan, akan lebih apik lagi jika ditambahi dengan aneka pertunjukan modern, seperti air mancur modern, pencahayaan atau lampu sorot modern, dan sejenisnya, sehingga bisa dijadikan sebagai ajang pertunjukan bagi para seniman lokal yang ingin melakukan pertunjukan di arena terbuka.
Dilanjutkan perjalanan ke Palopo, dimana sebelumnya saya membayangkan akan menaiki bus biasa, namun ternyata sudah ada bus yang nyaman untuk menuju ke Palopo ini. Dari Makassar, kita bisa naik bus nyaman sekelas bus Efisiensi Jogja-Cilacap dengan harga yang relatif murah. Jika dibandingkan, maka harganya hampir sama dengan tarif travel disini dengan jarak yang sama. Fasilitasnya pun juga sudah lumayan, tidak kalah sama bus telolet di jawa yang cukup ngetop dan ngehits belakangan ini.
Menuju ke arah Toraja, hal baru yang saya lihat adalah Patung Yesus, walaupun pembangunannya belum 100 persen, namun ada suatu kebanggan tersendiri sewaktu saya melihatnya langsung, karena patung Yesus raksasa di kota Makale ini menyerupai patung Yesus yang ada di Brasil. Bahkan, katanya patung Yesus yang terletak di Puncak Buntu Burake, Kecamatan Makale ini letaknya lebih tinggi daripada yang ada di Rio de Jeneiro Brasil, walaupun untuk ketinggian patungnya masih kalah dari patung di Brasil tersebut. Bedanya, jika patung Yesus yang berada di Brasil tangannya lurus ke samping kanan-kiri, patung Yesus di Toraja ini kedua tangannya mengarah ke depan.
adheb's photo
Puncak Becici
Dilanjutkan dengan wisata di Jogja, terdapat beberapa pantai baru yang mulai dilirik oleh para wisatawan. Namun sayang, saya baru mengunjungi pantai Jungwok, Greweng, Sedahan, dan Dadapan di lokasi yang saling berdekatan, selain pantai Nglambor yang semakin ramai pengunjung di tahun 2016 ini. Untuk bukit, saya baru mengunjungi Pucak Becici, selain Hutan Pinus dan juga Pemandangan subuh di kebun buah Mangunan yang semakin nge-hits di pertengahan 2016.
Di bagian Kulonprogo, wisata Kalibiru yang terletak di Hargowilis, kecamatan Kokap pun tak luput, dengan spot foto yang semakin nge-hits, dengan foto di atas pohon, yang juga ditiru di beberapa daerah di Jogja, seperti di Puncak Becici tadi, ataupun di daerah sebelah barat Kulonprogo yang berbatasan dengan Purworejo.
Area wisata Malioboro yang semakin tertata rapi, dengan area pedestriannya yang semakin nyaman. Beberapa orang mengatakan, mirip dengan jalur pedestrian di negara lain. Kini, area parkirnya sudah terpusat di area parkir terpadu, walaupun untuk berjalan menuju ke tengah kawasan Maliboro kini sedikit jauh jaraknya dari tempat memarkir kendaraan pengunjung. Di lain hal, jalan raya di beberapa tempat semakin macet, apalagi di jam-jam sibuk dan weekend, seperti di area Jalan Kaliurang, Gejayan, ataupun beberapa jalan lainnya.
adheb's photo
Nongkrong di Bawah Jembatan Merah Putih
Ke daerah timur di Maluku, saya bisa menjajal jembatan Merah Putih, seminggu setelah diresmikan oleh Presiden Jokowi. Jembatan ini menjadi suatu kebanggan tersendiri, karena merupakan jembatan terpanjang di Indonesia Timur saat ini, walaupun sebenarnya ada beberapa bagian yang belum selesai penggarapannya. Tetapi cukup bermanfaat, karena relatif menyingkat waktu saat kita melakukan perjalanan dari bandara ke kota Ambon ataupun sebaliknya.
Tiga kali ke Ambon di tahun ini dan beberapa hari menginap di kota, hal yang saya kagumi adalah antusiasme warga yang selalu menggunakan area taman kota untuk berolahraga setiap harinya. Fasilitas olahraga yang disediakan oleh pemerintah setempat, selalu digunakan dan ramai dikunjungi warga di sore hari. Hal seperti inilah yang menarik. Keterpaduan antara fasilitas umum yang disediakan, degan antusiasme warga untuk mempergunakannya secara bijak. Tak ayal, banyak bibit unggul-bibit unggul pemain muda yang cukup berbakat dari Ambon Manise ini, khususnya di dunia sepak bola Indonesa.
Dua kali mengunjungi Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), kabupaten pecahan dari Maluku Tenggara dahulu, saya mendapati beberapa hal menarik. Bandara Pattimura Ambon yang semakin bagus, dan juga bandara Mathilda Betlayeri yang sudah beroperasi penuh di tahun sebelumnya, membuat perjalanan dari Ambon menuju ke Kabupaten ini semakin mudah, karena sehari terdapat penerbangan 2 sampai 3 kali menuju dan dari Ambon.
Di Saumlaki sendiri, belum terlihat perubahan yang begitu berarti, walaupun lima hingga sepuluh tahun ke depan sudah diprediksi akan sangat ramai, dengan diputuskannya pengoperasian kilang Blok Masela di daratan oleh presiden jokowi bulan Maret lalu.
Sekitar 3 jam perjalanan darat ke arah utara dari Saumlaki, terdapat pelabuhan baru. Pelabuhan Tutu Kembong, pelabuhan yang baru saja diresmikan bulan April lalu, membuat jalur transportasi menuju daerah in semakin ramai, dengan salah satu program unggulan Jokowi, tol laut. Walaupun tidak jadi diresmikan secara langsung oleh presiden Jokowi, tempat ini tetap menjadi salah satu wisata, karena panoramanya yang sangat indah saat kita melihat pelabuhan ini dari atas, sebelum menuruni bukit menuju ke pelabuhan. 
adheb's photo
Pelabuhan Larat, Kabupaten Maluku Tenggara Barat
Dilanjutkan lagi dengan perjalanan sekitar satu jam ke utara, lalu menyeberang dengan rakit, saya sampai di larat, kota paling ramai ke 2 setelah Saumlaki di Pulau Yamdena ini.  Lalu lintas pelabuhan di sini semakin ramai dengan ditambahnya jumlah kapal sabuk yang melintas dan singgah di dermaga Larat ini, baik dari Saumlaki, Tual, ataupun dari beberapa daerah di sekitar ini. Area jalan menuju bandara sedang diperlebar, dengan adanya rencana untuk pengoperasian kembali bandara Larat tahun depan.
Namun, jalur transportasi laut yang merupakan satu satunya transoprtasi dari dan ke Larat menuju beberapa pulau di sekitarnya masih dipengaruhi oleh cuaca, karena kapal yang dipakai mayoritas adalah kapal sedang dengan jumlah penumpang maksimal 50 orang, ataupun dengan speed kecil. Kadang masih terkendala oleh angin timur untuk pulau di sebelah timur, maupun angin barat, untuk beberapa pulau kecil di barat pulau Yamdena ini, seperti jika akan menuju ke Pulau Selu, Wuliaru, Wotap, Labobar, Namwean di sebelah barat, Pulau Molu, Maru di sebelah utara atau Fordata di agak timur Larat.  Untuk wisata, di Pulau Yamdena ini masih belum dikelola dengan baik, walaupun sebenarya terdapat banyak tempat wisata alami yang banyak dikunjungi masyarakat lokal.
Ke arah Manokwari, belum begitu terlihat banyak perubahan. Etos kerja para pegawai pemerintah masih sangat rendah, dan belum terlihat kemauan untuk maju ataupun merombak kinerja para pegawai pemerintahan. Namun, untuk urusan kebangsaan warga sini patut diacungi jempol. Saat perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia, hampir di semua pelosok daerah ramai dengan berbagai kegiatan menyongsong 17 Agustus ini. Tidak hanya di kota, bahkan di desa desa pelosok pun masyarakat sangat antusias dalam menyambut kemerdekaan Republik Idonesia ini.
Saat saya mengukuti upacara 17 Agustus di daerah pinggiran, yang berbatasan dengan Kabupaten Pegaf (Pegunungan Arfak), disana terlihat begitu antusiasnya masyarakat untuk mengikuti perayaan 17 Agustus. Dari warga masyarakat, perangkat desa, kecamatan, anak sekolah dan lainnya, mereka mengenakan seragam kebesaran masing masing. Begitu pula untuk acara lain dalam rangka menyambut kemerdekaan, seperti lomba-lomba yang cukup meriah. Jalan jalan semua dipenuhi dengan umbul umbul merah putih dan pagar baru bercat merah putih.
Satu hal yang berbeda di Manokwari. Saat saya tiba, dan juga mau pergi meninggalkan kota ini, di ruang tunggu bandara, hal yang sangat aneh saya rasakan. Begitu banyak warga Cina yang berada di sini, entah saya tidak tahu mau ke mana, selalu saya lihat saat datang maupun saat saya akan pergi meninggalkan kota ini. Serasa di luar negeri, karena saat berada di ruang tunggu, di sekekliling saya didominasi oleh warga Cina. Bagaikan saya sedang bermimpi, ada di bandara luar negeri.
Dampak dengan adanya kebijakan Jokowi yang memperbolehkan waga negara asing yang  untuk memiliki properti di Indonesia. Perlu diketahui, saat ini sedang ada pembangunan pabrik semen di Maruni, yang begitu megah di Manokwari ini. Pembangunan yang kemungkinan akan rampung akhir taun 2016, dan mulai beroperasi di tahun 2017 ini semua didominasi oleh komunis. Jika sebelumnya saya melihat orang Cina yang berdatangan bekerja di Indonesia, kini saya menyaksikan sendiri di sini. Semua pembangunan pabrik ini didominasi oleh komunis. Jangankan mandor pembangunan gedung, maupun karyawan, buruh untuk membangun pagar dan jalanpun semua dikerjakan oleh Cina.
Tak masuk akal bagi saya, jika pembangunan yang kecil saja, semua buruh dibawa dari Cina, bagaimana nasib warga di sekitar pabrik?. Saya tidak tahu nasib perekonomian mereka kelak, jika pemerintah tidak campur tangan mengurusi masalah kecil seperti ini, dan masih menganggap sepele para imigran Tirai Babu yang semakin lama semakin membludak.
Menuju ke Sorong, tidak begitu banyak perubahan yang saya rasakan. Masih hampir sama seperti pertama kali saya ke sini tiga tahun yang lalu. Seminggu di sini, hanyalah pertumbuhan pembangunan konstruksi yang saya lihat, khususnya pembangunan perumahan-perumahan di pinggiran kota untuk masyarakat kecil-menengah. Pasar Remu yag masih relatif ramai, sama seperti dahulu, dengan buah merah, sarang semut, atau gelang baja putih yang menjadi incaran pendatang seperti saya ini.
Kembali ke arah barat, dengan mengunjungi Kupang, kawasan Indonesia Timur bagian barat. Di sini, menurut saya belum begitu terlihat secara spesifik pembangunanya. Hanya pembangunan konstruksi yang masih belum rampung di sana-sini, baik pembangunan jalur darat, gedung – gedung, maupun perumahan.
adheb's photo
Para Imigran (gelap) yang Terdampar di Perbatasan
Dilanjutkan perjalanan darat ke arah selatan menuju Kabupaten Malaka, kabupaten yang baru mekar 3 tahun yang lalu dari Belu. Di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Timur Leste ini, secara umum masih sama saja, namun, jika dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, sudah lumayan ramai, dengan adanya pemekaran menjadi kabupaten tersendiri. Masalah air, masih saja menjadi kebutuhan utama yang cukup susah di beberapa tempat.
Belakangan, mulai dibangun sawah-sawah pertanian untuk menunjang perekonomian dan kebutuhan pokok di sini. Sebagai komitmen pemerintah dengan 3 negara lain, untuk membangun lumbung pangan di area perbatasan. Salah satunya, pembangunan lahan pertanian di kabupaten Malaka ini.
Untuk kondisi jalan, kecuali jalur kabupaten menuju ke Atambua (ibukota kabupaten Belu) atau ke Timor Leste, semua masih sangat memprihatinkan. Jalan antar kecamatan masih saja sebatas pengerasan jalan, belum sampai pengaspalan dan jika musim hujan tiba, ada kecamatan yang terisolir, karena belum adanya jembatan penghubung menuju ke kecamatan tersebut, termasuk listrik yang belum masuk dan juga sinyal yang susah di kecamatan itu
Untuk hewan ternak, baik kambing atau sapi masih mendominasi di daerah ini, dengan harga yang sangat murah bila dibandingkan dengan harga di Jawa.  Saat Idhul Adha, saya melihat sendiri, banyaknya warga yang berkurban disini. Dengan prosentase warga muslim yang sangat minim, dan mayoritas pendatang.  Dengan adanya masjid yang hanya sekitar 5 saja se- Kabupaten Malaka satupun tidak ada yang digunakan untuk sholat Ied. Hanya Lapangan Betun saja satu satunya tempat yang digunakan untuk shola tied di Kabupaten Belu ini.
Di perbatasan Timor Leste, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Mottamassin, di Kabupaten Malaka ini maupun PLBN Mota’ain di Kabupaten Belu sudah terlihat sangat megah, berkali-kali lipat daripada sebelumnya. Jika sebelumnya PLBN kita sangat kecil, sekarang kita patut berbangga diri ketika berada di zona perbatasan antara Indonesia dengan Timor Leste, karena PLBN kita terlihat sangat megah dan luas, bila dibandingan dengan Timor Leste.
PLBN yang diresmikan di akhir Desember ini kini bisa juga digunakan untuk pengurusan imigrasi dari dan menuju Timor Leste. Jangan heran, jika kalian melihat gedung perkantoran masih sangat kecil ataupun menumpang di kantor desa dan berpencar-pencar, kecuali gedung kantor bupati dan RSPP. (Bukan Pusat pertamina seperti yang saya kira sebelumnya, melainkan penyangga perbatasan).
Lanjut ke arah barat di Palembang, masih sama macetnya dengan sebelumnya. Apalagi, dengan adanya pembangunan LRT mendekati ASEAN games, hampir semua jalan yang sedang dibangun tiang pancang lalu lintasya sangat padat, apalagi di jam-jam sibuk. Bersabarlah bagi kalian yang melewati jalan seputaran Jembatan Ampera, karena macetnya minta ampun di jam sibuk.
Perjalanan ke selatan menuju kabupaten OKI, di perbatasan Mesuji masuk ke dalam lagi, geliat para petani dan buruh penyadap karet masih terlihat, walaupun tak seramai dahulu. Para petani karet masih bertahan dengan harga karet yang merosot drastis semenjak Jokowi menjadi presiden. Walaupun di akhir tahun 2016 ini ada kenaikan harga yang relatif sangat kecil. Pun begitu, rumah-rumah warga jauh di dalam sangat bagus. Membandingkannya dengan rumah di Jawa, maka rumahnya seperti rumah para wakil rakyat di DPR, khususnya mereka yang punya kebun karet luas, karena ini adalah hasil mereka ketika harga karet yang tinggi beberapa tahun sebelumnya.
Dengan harga karet yang seperti sekarang, maka masih ada saja para begal yang berkeliaran, di beberapa daerah di sumatera ini. Dan kebanyakan, mereka melakukan aksinya di tengah kebun karet, ataupun di tempat sepi dengan mengincar motor dan barang berharga korban. Jika korban berani melawan, sudah tentu mereka juga akan berani untuk menyakiti korban, demi barang rampasan yang akan mereka peroleh, sebagai akibat dari perekonomian yang lesu, menurut beberapa warga.
Terakhir, menyoroti sedikit Kabupaten Majalengka, salah satu kabupaten di Jawa Barat. Tinggal di sini di akhir tahun ini, saya bisa puas mengeksplore objek wisata yang ada di Kota pensiunan ini (julukan yang sama seperti kotaku). Di bidang kesehatan, secara umum terlihat pembenahan yang drastis, seiring kerja keras dari dinas terkait dalam hal kesehatan.
adheb' photo
Kota Majalengka
Namun, dalam hal sampah, kesadaran masyarakat masih saja kurang hampir di semua tempat, dan di beberapa tempat, kesusahan untuk mencari tempat pembuangan sampah umum karena kebiasaan warga yang membuang sampah di selokan ataupun sungai. Jangan sampai, kota yang menyimpan banyak tempat wisata alami dan menyejukkan ini lambat laun akan terkotori oleh sampah yang dibuang secara sembarangan terus menerus.
Karena sampai awal tahun, saya masih tinggal di sini untuk menikmati sejuknya alam mengunjungi setip sudut di lereng barat Gunung Cerme ini…

Kamis, 30 Juni 2016

Wisata ke Majalengka

Wisata Majalengka - Hampir sebulan penuh, di bulan puasa ini saya diberi kesempatan untuk mengunjungi salah satu kabupaten di Lereng Gunung Ciremai, Kabupaten yang mirip seperti daerah saya, karena sering dinamakan dengan kota pensiunan, karena mungkin banyak para pensiunan yang ingin menghabiskan masa tuanya di daerah sejuk, di lereng gunung tertinggi di Jawa Barat ini.
adheb's photo
Majalengka
Majalengka, sebuah kabupaten di Jawa Barat yang cukup sejuk, berdekatan dengan Kota Cirebon yang panas (akhir akhir ini terkenal dengan sebutan Kota Tilang, karena Polisi tilang ada di mana mana). Tidak seperti Cirebon, yang bahasanya masih campuran antara Jawa dengan Suda.

Di Majalengka, masyarakatnya sudah menggunakan bahasa sunda yang mayoritas susah saya tirukan sebagai orang Jawa, walaupun hampir sebulan saya berada di sini. Hanya beberapa kata umum saja yang sering terdengar, yang bisa saya mengerti. Selebihnya, hanya “ndomblong” saja ketika mendengar mereka berbicara sesama urang Sunda yang ucapannya panjang dan tidak ada habisnya.

Ada beberapa tempat wisata yang sempat saya kunjungi selama berada di sini. Mungkin akan saya urutkan dari ujung selatan, agar saya mudah mengingatnya.

Kebun teh Cipasung

Terletak di Kecamatan Lemahsugih, melewati Lemahputih, kita bisa menemukan perkebunan teh yang indah nan luas. Terletak di ujung Barat Daya Majalengka, daerah ini berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Tasik.

Taman Dinosaurus Buana Marga
Di taman ini, kita bisa bersantai bersama keluarga menikmati indahnya pemandangan taman. Melihat ke sebelah selatan, kita akan menyaksikan hamparan pegunungan dari ketinggian yang sangat indah.

Jembatan Gantung Gunung Larang
Jembatan gantung ini berada di Desa Gunung Larang. Tapi jangan sampai salah, karena Gunung larang ada Kampung dan juga Desa. Walaupun berdekatan, namun akses jalannya memutar sangat jauh. Untuk menuju ke jembatan merah ini, lebih mudah dari Bantarujeg. Dari Bantarujeg, lurus ke barat sedikit, kemudian masuk ke utara melewati jalan kecil sejauh sekitar 3 km, kita akan sampai. 
adheb's photo
Jembatan Gantung Desa Larangan
Curug Cilutung
Terletak di Desa Campaga, kecamatan majalengka. Untuk menuju ke curug ini, lewat belakang alun-alun Talaga, kita menyusuri jalan aspal yang agak rusak sekitar 3 km sampai mentok. Di ujung jalan tersebut, kita sudah bisa menemukan Curug Cilutung ini. Di kiri jalan, berdekatan dengan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro).
Curug ini sangat bagus, karena masih alami dan banyak bebatuan besar disana, dengan ketinggian curug sekitar 10 meter. Airnya pun sangat deras. Melihat curug dari atas, kita akan disuguhi oleh pemandangan sawah di depan kita, dengan latar pegunungan nan Indah di sebelah selatan. 
Tidak terlalu jauh perjalanan dari tempat parkir. Berjalan santai 5 menit menyusuri sungai kecil, terlebih dahulu, kita langsung sampai di curug Ini. Namun, sayangnya Curug Cilutung inii tidak dikelola dengan baik, sehingga terlihat kotor. Padahal, jika areanya bersih, pemandangannya lumayan bagus. Tetapi sangat berbahaya jika membawa anak kecil saat kita berada di atas curug. Karena kita akan  berada di aliran sungai, dan jika tidak berhati hati, makan kita bisa terperosok sampai ke bawah.

Sentra Industri celana jeans Cikijing

Berbekal info dari salah seorang teman, maka saya menyempatkan diri mampir ke area industri celana jeans di Cikijing Ini. Berada di sebelah timur pasar Cikijing, daerah ini banyak memproduksi Celana Jeans di hampir setiap rumah. Di beberapa desa di Cikijing ini memproduksi celana jeans yang tidak hanya di jual di Majalengka dan sekitarnya saja, tetapi sudah sampai ke seantero Jawa, bahkan sampai luar jawa penjualannya.
Karena dari home industri langsung, maka kalian bisa mendapatkan harga yang cukup murah, dibandingkan beli di pasar ataupun ke mall. Saat saya ke sini, sebenarnya tidak ada niatan untuk membeli celana, hanya ingin tanya-tanya saja. Saat saya ingin membeli sepotong, penjaganya agak kebingungan, kok cuman sepotong, karena biasanya mereka melayani partai besar. Paling tidak selusin. Namun, dengan ramahnya mereka mengantarkan saya ke Bosnya, dan disitu saya malah bisa membeli eceran. Hanya sepotong saja dengan harga yang sangat murah. Lumayan kan.. 

Goa Lalay
Terletak di Desa Sukadana, Kecamatan Argapura. Sekitar 16 km dari Majalengka, terdapat Gua yang cukup indah. Di area ini, juga terdapat Green Canyon, yang biasa orang sebut, seperti Green Canyon di Pangandaran, dengan batu-batu besar yang berwarna warni. 

Curug Muara Jaya
Terletak di Desa Argamukti Kecamatan Argapura, curug ini dikenal warga dengan sebutan Curug Apuy, karena yang mengelola curug ini adalah masyarakat Kampung Apuy. Kampung tertinggi di Argamukti, termasuk di Majalengka ini. Untuk sampai ke curug, kita harus menuruni anak tangga yang cukup panjang dan berkelok kelok. Namun, ada pegangan tangan yang bisa kita gunakan untuk berjaga jaga, dari atas sampai ujung bawah. Curug ini terletak di aliran sungai Muara Jaya, di Lereng Gunung Ciremai.
Jika sampai ke curug, maka kita akan merasakan segarnya air curug yang mempunyai ketinggian sekitar 73 meter ini. Saat menuruni tangga, terdapat 2 cabang dimana yang ke kanan menuju curug, dan yang ke kiri menuju ke camping ground dengan pemandangan bukit besar di depan kita. Tempat ini sangat cocok digunakan untuk camping, karena terletak di pinggir sungai, dan di sebelah selatan terlihat bukit atau gunung kecil yang sangat indah. Andai ada teman, saya ingin sekali camping di tempat ini, karena jalannya tidak terlalu jauh seperti naik gunung. Hehe.. 
adheb's photo
Curug Muara jaya
Terasering Apuy
Dekat dengan lokasi curug ini, di ada hamparan  terasering nan luas yang sangat indah, apalagi saat tanaman berwarna hijau. Banyak yang datang ke sini untuk sekedar menghabiskan waktu untuk menikmati indahnya terasering ini. Selain itu, di Kampung Apuy ini terdapat juga salah satu dari 4 beskem pendakian Gunung Ciremai, yaitu beskem Apuy. Beskem Apuy ini adalah beskem tertinggi diantara beskem ciremai yang lainnya. 
Saat menengok GPS handphone sewaktu di terasering sebelum beskem, altimeter sudah menunjukkan ketinggian di 1208 mdpl. Apalagi ketika naik sampai ke pos pendakian.. Namun, akses untuk menuju ke Kampung ini cukup susah, karena tidak ada angkutan yang sampai ke sini. Biasanya para pendaki menumpang kendaraan warga yang pulang dari Maja ataupun naik ojek. Saya sendiri sudah kepingin mendaki Gunung Ciremai, ketika sampai ke sini. Namun tidak kesampaian, karena tidak ada teman. Walaupun akhirnya jadi mendaki ketika akan pulang, karena sangat dadakan dan tanpa persiapan, melalui jalur Kuningan(palutungan). 
adheb's photo
Apuy, Desa Argamukti
Jembatan Kuning Pasirayu
Saat menuju Sindang dari arah Maja, secara kebetulan kami melewati jembatan kuning yang cukup bagus. Jembatan gantung selebar satu meter ini hanya bisa dilewati kendaraan roda dua, dengan panjang sekitar 64 meter.
Saat melewati jembatan ini, kita harus bergantian, karena jika sudah masuk ke jembatan, tidak akan bisa bersimpangan sesama kendaraan bermotor.Ketinggian jembatan ini sekitar 30 meter di atas Sungai Cikeruh, dan kondisinya sudah mulai rusak, walaupun masih bisa digunakan.
adheb's photo
Jembatan Kuning Pasirayu
Curug Tonjong
Curug Tonjong ini merupakan salah satu wisata yang cukup bagus. Walaupun terletak di belakang perkampungan warga dengan ketinggian hhanya sekitar 6 meter, namun akses menuju Curug Tonjong yang terletak di Desa Teja, Kecamatan Rajagaluh ini sudah bagus. Karena dikelola dengan baik, maka kita bisa menikmati indahnya air terjun dari gubug yang terletak tepat di depan pancuran. Selain itu, jembatan bambu yang dibuat mengitar, membuat suasana terkesan alami. 
Setelah melewati jembatan bambu, kita masih disuguhi dengan sungai yang mengalir deras. Cukup bagus. Bahkan, saat saya berjalan ke atas sekitar setengah jam , disana terdapat puncak dimana kita bisa melihat pemandangan pegunungan di sore hari. Namun sayang, jalur menuju puncak ini kurang begitu bagus, dan juga pemandangan saat menuju puncak sering terhalang oleh semak di kanan-kiri. Hanya beberapa spot saja yang bisa kita gunakan untuk istirahat sambil menikmati langit.
adheb's photo
Jembatan Bambu Curug Tonjong
Paralayang Gunung Panten, Majalengka
Dari kota Majalengka ke arah selatan, lalu menaiki bukit, kita bisa melihat olahraga paralayang. Terletak di Desa Sidamukti, majalengka, biasanya, tempat ini ramainya di hari Sabtu-Minggu. Di ketinggian ini, selain bisa melihat indahnya kota Majalengka, kita juga bisa mencoba Paralayang. Saat menaiki bukit, sebelum tiba di tempat paralayang, ada pemakaman dengan patung harimau di sebelahnya. Di sini, terdapat banyak gerombolan kera liar, namun, tidak mengganggu. 
Di area paralayang, kita bisa beristirahat sambil menikmati cemilan. Banyak pula yang selvie di atas padang rumput nan hijau dengan latar Kota Majalengka yang terlihat di bawah sana. 
Selain itu, sebenarnya di sini juga terdapat area trail dan juga Curug Cisempong di dekatnya. Namun sayang, curug tersebut tidak dikelola dengan baik. Bahkan aksesnya pun juga tidak terawat.
adheb's photo
View Kota Majalengka dari atas

Kota Majalengka
Ya, saya namai kota majalengka, karena di kota ini terdapat beberapa spot untuk sekedar berfoto, dengan tulisan ataupun ikon Majalengka. Seperti Tugu selamat datang, yang terletak di Desa Panyingkiran, Taman Bundaran Munjul, yang terdapat patung ikan di tengahnya. Bundaran Cigasong, yang selalu ramai tiap sore hari saat berbuka. Ataupun Alun alun Majalengka yang juga selalu ramai saat sore hari menjelang berbuka.

Bendungan Rentang
Terletak di Dusun Rentang, Desa Panongan, Kecamatan Jatitujuh, kita bisa menikmati sore sambil bersantai disini. Banyak spot untuk tempat bersantai di sekitar sini, dengan saluran irigasi yang cukup bagus, yang terletak di kanan-kiri bendungan ini.
adheb's photo
Sore di Jembatan Tol Cipali 171
Selain itu, masih banyak lagi tempat wisata yang bisa dikunjungi di Kabupaten Majalengka ini, seperti waterpark, Cadas Gantung di Leuwimunding, Situ, maupun Curug yang cukup banyak di sini. Namun, saya belum sempat untuk mengunjungi semua tempat itu. Semoga lain kali bisa mendatangi tempat tempat ini..
Hutan Pinus di Argapura
Selamat berwisata..

Rabu, 27 April 2016

Saumlaki, Maluku Tenggara Barat


Saumlaki, Maluku Tenggara BaratMerupakan ibukota dari Kecamatan Tanimbar Selatan (Tansel) sekaligus ibukota dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB),yang memisahkan diri dari Kabupaten Maluku Tenggara di tahun 2002 lalu. Di sini, lebih terkenal dengan daerahnya (kelurahan) Saumlaki, yang terletak di Pulau Yamdena, pulau kecil dari kepulauan Tanimbar di sebelah tenggara Ambon. Pulaunya cukup kecil, dan di sebelahnya lagi sudah negara Australi, terpisah oleh laut Arafura. Tak heran, ada beberapa turis Australi yang berlibur ke daerah ini baik melalui pesawat maupun menggunakan kapal.
adheb's photo
Bandara Baru Mathilda Batlayeri
Setahu saya, daerah yang lumayan ramai di MTB ini adalah di Desa Larat, di Pulau Larat, sebelah utara Pulau Yamdena, dan Saumlaki ini sendiri. Untuk perekonomian warga, banyak yang bekerja sebagai nelayan. Selain itu, beberapa sebagai pedagang, walaupn banyak juga pedagang yang berasal daerah lain seperti Buton, Makasar, dan juga Jawa khususnya orang Jawa Timuran. Tapi yang cukup banyak adalah orang Tionghoa, yang sudah sejak dulu bermukim di sini.
adheb's photo
Penampakan Kota Saumlaki dari dermaga
Terdapat 2 pasar di sini, yaitu pasar lama, yang terletak di pusat kota, dan juga pasar omele atau pasar baru yang terletak di Sifnana. Menurut berita, tahun 2012 lalu sebenarnya pasar lama akan dipindahkan ke pasar baru. Walaupun cukup luas tempatnya, sampai sekarang pasar baru masih saja sepi, karena warga tidak setuju dengan adanya pemindahan pasar tersebut. Selain itu, ada juga Mal satu satunya di sini, yaitu SATOS (Saumlaki Town Square). Namun jangan dibayangkan atau disamakan dengan mal yang ada di kota kota, pastinya sangat berbeda.
adheb's photo
SATOS (Saumlaki Town Square)
Untuk bank, yang saya lihat selama di sini hanyalah BRI, BNI, Danamon, dan bank Lokal sini. Dan untuk sinyal, yang jelas terdapat sinyal telkomsel dan indosat, karena dua operator tersebut ada sinyalnya di hp saya. Sedngkan penginapan ada beberapa, mulai dari harga 150 ribu sampai yang 500 ribu. Jalan di kota ini searah, jadi kalau kendaraan mau putar balik, biasanya akan melewati gang di luar jalan utama.
Jika kalian mencari tempat wisata, ada beberapa tempat yang bisa kita liat. Kita bisa menikmati indahnya kota Saumlaki dari dermaga di sore hari, kita juga bisa mengunjungi Gereja Hati Kudus Yesus di Olilit Barat yang cukup besar. Selain itu, Ada juga Monumen Kristus Raja yang terletak di atas bukit dengan patung besar yang menjadi tempat ziarah utama pemeluk Katholik di Yamdena. Monumen ini diresmikan pada tahun 2004 dan diberkati oleh Duta Vatikan untuk Indonesia Mgr. Ranjit Patabendigde. Monumen ini sebagai wujud Penghargaan dan Penghormatan kepada Kristus Raja Alam Semesta yang biasanya dirayakan pada Bulan Nopember setiap tahun oleh umat katolik. Monumen ini dapat dilihat keindahannya secara jelas oleh pengunjung apabila berkunjung menggunakan kapal laut saat akan memasuki kota Saumlaki.
adheb's photo
Monumen Kristus Raja
Sebenarnya masih banyak lagi wisata lainnya, seperti pemandian air bomaki, monumen pendaratan missionaris di Sifnana, pantai man, pantai pertamina,pantai Matakus, dan Pantai Weluan di seputaran Saumlaki. Namun, saya belum berkesempatan untuk mengunjunginya. Mungkin, lain kali akan mengunjungi beberapa daerah tersebut, jika ada kesempatan untuk mengunjungi tempat ini lagi. Selamat menikmati.


Sabtu, 23 April 2016

Wisata ke Ambon

Wisata ke AmbonBerwisata ke Ambon, ada ada beberapa tempat menarik yang bisa kita kunjungi, sewaktu kita berada di sana. Berikut ini beberapa tempat yang saya kunjungi, selama beberapa hari berada di Ambon.
adheb's collection
Kota Ambon
Jembatan Merah Putih
Jembatan terpanjang di Indonesia Timur, sepanjang 1.140 meter ini membentang di atas Teluk Ambon, menghubungkan Galala dan Poka. Baru seminggu yang lalu jembatan ini diresmikan oleh Presiden, ketika saya tiba di Kota Ambon ini. Dari sebelumnya, untuk menuju kota Ambon butuh waktu 1 sampai 1,5 jam perjalanan dari Bandara Pattimura, kini setelah ada jembatan ini, perjalanan hanya setengah jam saja sudah bisa tiba ke Kota Ambon. Namun, tetap saja, jika kalian menggunakan angkutan umum, trayeknya memutari teluk Ambon, tidak memotong menyeberang jembatan Merah Putih.
adheb's photo
Melihat Jembatan Merah Putih di Sore Hari
Untuk melewati jembatan ini, sampai saat ini pengendara tidak ditarik biaya, sehingga sangat murah sekali untuk memotong perjalanan dari Galala menuju ke Poka, apalagi bagi warga kota yang akan menuju Kampus Pattimura di Poka, atau sebaliknya. Bahkan sekarang kapal penyeberangan yang dulunya ada 3 buah, hanya tinggal satu, karena untuk menyeberang menggunakan kapal biayanya relatif mahal, berbanding terbalik dengan biaya melewati jembatan yang gratis.
Lapangan Merdeka
Di Lapangan ini, kita bisa bersantai, berolahraga, atau sekedar selfie di depan tulisan Ambon Manise. Malam haripun tempat ini sering ramai dikunjungi warga, karena sangat cocok untuk bermain, dimana terdapat taman di sebelah utara lapangan ini yang bercahaya dengan lampu hias yang berwarna-warni dengan air mancur yang mengalir. Di tengah tengah taman itupun berdiri kokoh patung Thomas Matulessi. Hayo, siapa itu Thomas Matulessi? Ya, sesuai namanya, maka orang biasanya menyebut taman di samping kantor gubernur ini dengan sebutan Taman Pattimura, karena terdapat Patung Thomas Matulessi di tengahnya.
adheb's photo
Suasana Lapangan Merdeka di Sore Hari
Gong Perdamaian Dunia
Gong Perdamaian, sebagai simbol perdamaian warga Ambon ini terletk di samping pendopo Taman Merdeka. Yah, bendera negara-negara di Dunia ditempel di Gong Perdamaian ini, konon sebagai peringatan tragedi kerusuhan sosial bermotif SARA yang terjadi di Maluku, khususnya kota Ambon.
Tapi sayang, ketika saya hendak masuk ke Gong Perdamaian yang terdapat di Taman Pelita ini, harus membayar 5.000 rupiah, sesuai perda yang ada di karcis. Bukan masalah biaya, tapi saya masih merasa janggal, untuk menikmati wisata publik yang terletak di pusat kota, warga harus membayarnya, suatu hal yang tidak pernah saya temui di tempat lain, yang rata rata free. Padahal tempat terbuka di sebelahnya semua free.
adheb's photo
Gong Perdamaian Dunia di Ambon
Patung Christina Martha Thiahahu
Untuk mencapainya, kita harus menaiki angkutan atau ojek menuju atas bukit, di Karang Panjang (terkenal dengan nama Karpan). Jaraknya sekitar 15 menit dari kota, terletak persis di samping kantor DPRD Provinsi Maluku. Jika berada di sini, maka kita akan bisa menikmati indahnya kota Ambon dari ketinggian, dan juga indahnya Laut Banda.
Berhubung sudah malam, maka saya tidak bisa masuk ke Monumen Christina Martha Tiahahu ini, namun masih bisa menimati indahnya patung ini dari luar pagar. Konon, pada saat peletakan, patung ini beberapa kali tidak bisa berdiri tegak, dan akhirnya baru bisa berdiri seimbang setelah patung tersebut dihadapkan ke Laut Banda, tempat dimana jenazah Christina Martha Tiahahu dibuang ke laut pada saat meninggal dulu.
adheb's photo
Monumen Christina Martha Tiahahu di Sore Hari
Pantai Pintu Kota
Jaraknya lumayan jauh dari kota, lebih dari 30 menit untuk menuju ke sana. Setelah bertanya beberapa kali, akhirnya ketemu juga satu satunya angkutan menuju ke pantai ini Ya, menggunakan otto arah seri, dengan tarif 6 ribu rupiah, sudah bisa sampai sini sekali jalan. Pantai ini terletak di Desa Airlouw, Kecamatan Nusaniwe. Hanya membayar 2.000 rupiah saja, kita bisa menikmati pantai yang cukup indah di seputaran Ambon ini. Di sekitaran pantai juga sudah terdapat gubug para penjual, dan jalannya pun sudah cor, disertai tangga untuk turun menuju ke pantai.
Spesialnya, di pantai ini terdapat lubang cukup besar, dan airnya pun cukup jernih, dibanding dengan pantai di sekitarnya yang membuat saya tertarik untuk ke pantai ini daripada pantai lain di sekitar kota Ambon.
Monumen Christina Martha Tiahahu
Pantai Pintu Kota
Sebenarnya masih banyak lagi tempat wisata yang bisa kita kunjungi di Kota Musik ini, seperti benteng Amsterdam, pantai Liang, dan sebagainya. Namun selain tidak sempat, juga kebetulan saya malas untuk mengunjunginya. Maklum, waktu di Ambon, gejala pilek melanda, membuat saya malas untuk pergi mengunjungi tempat tempat wisata.

Semoga bisa memberikan sedikit gambaran, bagi kalian yang ingin pergi berlibur ke Ambon, atau sekedar mampi ke kota ini. Selamat berlibur pekan..

Selasa, 12 April 2016

Mengenal Ambon

Mengenal Ambon - Akhirnya, kesampaian juga, main ke Ambon, setelah beberapa kali hanya sempat singgah saja di Bandara Pattimura, untuk melanjutkan perjalanan ke daerah timur. Kini saya benar benar turun di Bandara Pattimura, dan melanjutkan perjalanan ke kota Ambon.
adheb's Foto
Bnadara Pattimura Ambon
Walaupun sebenarnya untuk menuju ke Kota Ambon, bisa dilalui hanya setengah jam saja melewati jembatan Merah Putih yang 2 minggu lalu baru saja diresmikan oleh Presiden Jokowi, namun saya memilih untuk memutari teluk dalam dan melakukan perjalanan selama 1 jam, karena  saya ingin melihat secara lebih luas, seperti apa kehidupan masyarakat di sini.
Selain itu, sbenarnya saya ingin melihat seberapa jauh jarak antara Passo dengan Tulehu. Maklum, setelah melihat film Chiko Jerrico beberapa bulan lalu, saya jadi ingin sekali untuk main ke daerah Ambon ini, daerah yang sama sekali belum pernah saya datangi.
Sangat mudah, untuk menuju ke pusat kota Ambon dari Bandara Pattimura. Kalian bisa menggunakan taksi, ojek, bus Damri, atau angkutan umum. Hampir semua perjalanan yang kita lalui, melewati tepian pantai, dan kita bisa melihat pantai secara luas, dengan jalan yang berkelok-kelok.
Sore hari, saya baru menyempatkan diri untuk berjalan-jalan keliling kota, agar tidak terlalu panas. Saya memilih berjalan kaki keliling kota (padahal gak punya uang buat naik taksi) walaupun di sini banyak sekali angkutan yang bertebaran mencari penumpang. Ada warna merah,biru,atau hijau. Kaya warna pelangi. Sekilas, mirip seperti di Bogor, kota seribu angkot. Jika kalian akan keliling kota, biasanya angkutannya berwarna hijau muda (orang sini menyebutnya warna kuning, karena ada juga angkutan warna hijau tua, yang biasa disebut dengan warna hijau), dan tinggal lihat nomor urut angkot di bagian depan, disitu sebagai petunjuk trayek angkutan tersebut, yang terpampang kecil di samping dan di atas mobil.
adheb's Foto
Jembatan Merah Putih, Jembatan Terpanjang di Indonesia Timur
Di tempat tempat tertentu, seperti arah ke terminal, pasar, hampir setiap saat jalanan akan macet oleh mobil, khususnya angkutan. Saat saya berjalan kaki, di beberapa tempat, jalan atau trotoar di sini benar benar dimanfaatkan oleh warga, karena letaknya memang strategis dan sangat sesuai sebagai trotoar, dengan lebar yag cukup, dan letaknya yang cukup tinggi di atas aspal, seperti trotoar di terminal, sehingga tidak ada motor yang masuk ke trotoar itu. Namun ada juga jalan yang sama sekali tidak ada pedestrianya, bahkan sangat banyak. Kadang, bahu jalan penuh oleh parkiran motor. Seringkali para pedestrian kesusahan saat akan menyeberang jalan, kena padatnya kendaraan yag berlalu lalang, dan juga para pengendara di sini yang kurang begitu menghargai pedestrian.
Taman kota di Lapangan Merdeka dan di seputaran kantor gubernur cukup bagus, dengan perawatan dan berbagai hiasan, membuat warga senang untuk menghabiskan sore di sini, baik untuk olahraga, berkegiatan, ataupun sekedar nongkrong menikmati suasana kota di bawah pohon yang rindang. Apalagi di malam hari, dengan berbagai lampu yang menghiasi, menambah semaraknya kota ini.

Secara umum, masyarakat di sini baik baik. Misalnya saat saya menanyakan suatu tempat, atau cara menuju ke tempat tersebut, mereka akan menjelaskannya dengan baik, dan dengan senang hati mereka megantar atau menunjukkan tranportasi pertama yang harus saya pakai. Begitu juga saat saya harus naik angkutan atau ojek, mereka tidak meminta tarif terlalu tinggi, walaupun mereka mengetahui kalau saya masih baru datang ke kota Ambon ini.

Kamis, 25 Februari 2016

Masjid Tua Palopo

Masjid Tua Palopo - Secara tidak sengaja, dalam artian sama sekali tidak ada niatan untuk melihat masjid ini sebenarnya. Saat saya akan berlibur ke Toraja, dari tempat kami di Luwu. Setelah makan pagi di Palopo, dan melanjutkan perjalanan, kami melintasi masjid Palopo ini. Saat itu pula, kita sepakat berhenti dan mampir sejenak untuk melihat Masjid Tertua di Palopo ini.
adheb's collection
Masjid Palopo
Setelah meminta ijin untuk melihat masuk k dalam masjid, langsung saja kami mengelilingi setiap bagian masjid bercorak China-Vietnam ini. Tak berapa lama, Pak Usman, humas Masjid mendatangi kami, karena beliau tahu kami berasal dari luar kota. Beliau dengan semangat menjelaskan sejarah tentang masjid yang sudah ada sejak 1604 Masehi, didirikan oleh Raja Luwu XVI.
Masjid dengan ukuran 15X15 meter yang terletak di kota Palopo ini mempunyai beberapa ciri khas, yaitu : dinding masjid sangat tebal, berukuran sekitar 0,94 meter, terbuat dari batu cadas yang direkatkan dengan putih telur. Menurut Pak Usman, ciri khas masjid ini yaitu terdapat pasak antar bata agar dinding tersebut kokoh, yang tidak terdapat di bangunan lain, karena biasanya bata cukup direkatkan tanpa diberi pasak seperti di masjid ini.
adheb's collection
Tiang dari kayu cinaduri
Arsitektur masjid ini pun terdiri dari berbagai unsur. Ada unsur Hindu, Budha, China, Jawa, bahkan sampai Vietnam juga, terlihat dari berbagai macam, seperti beberapa ukiran yang mirip ukiran Vietnam, model pintu yang mirip Cina, denah masjid yang berbentuk segi empat, dan juga konstruksi atas masjid yang mirip joglo, seperti konstruksi Jawa, bahkan ada pula yang mengatakan seperti konstruksi Bugis.
Terdapat 4 tiang yang menyangga masjid ini, dan di bagian tengahnya terdapat 1 tiang besar  berdiameter sekitar 90 centimeter, dari kayu cinaduri.
Konon, asal mula Kota Palopo sendiri dari masjid ini, yaitu dari bahasa Bugis dan Luwu. Pertama, artinya adalah memasukkan pasak ke dalam tiang bangunan, Dan arti ke dua adalah makanan yang berasal dari ketan, dicampur gula merah. Menurut Pak Usman, pada saat pembangunan masjid ini secara bergotong royong, masyarakat memakan ketan dicampur gula merah (disebut Palopo) waktu itu, sampai akhirnya kota ini disebut dengan kota Palopo.
adheb's collection
Dinding dengan ketebalan 94 cm
Sampai saat ini, masjid Palopo ini sudah mengalami beberapa kali renovasi. Pertama, perbaikan lantai di tahun 1700 Masehi, lalu di tahun 1951 mengganti lantai yang lama dengan tegel baru yang berasal dari Singapura. Tahun 1981 merenovasi seluruh bagian masjid yang rusak. Renovasi selanjutnya adalah menambah luas bangunan masjid, dan sampai sekarang luas lahan masjid ini 1680 meter persegi.
adheb's collection
Ukiran di mimbar
Setelah mengetahui kalau kami berasal dri Jogja, Pak Usman bercerita kalau temannya baru saja dari Jogja, dan mengatakan bahwa masjid tersebut bentuknya mirip dengan salah satu masjid di Jogja, namun beliau tidak tahu masjid apa. Sayapun berpikir sejenak. Lalu sedikit teringat, mungkin saja mirip dengan masjid Soko Tunggal, karena bentuk atap dan juga soko nya mirip, yaitu terdapat soko yang menyangga masjid berukuran besar, yang terletak di tengah-tengah masjid.
adheb's collection
Berfoto bersama Bapak Usman, humas masjid Palopo

Senin, 08 Februari 2016

Puncak Becici

Puncak Becici - Tiba-tiba lagi pingin aja jalan-jalan keluar, entah kemana kek. Maklum, sudah lama gak jalan-jalan. Beberapa hari cuman di kamar aja karna hujan, bikin males buat keluar rumah. Apalagi buat jalan-jalan. Saat nongkrong di sanggar, malem-malem diajak camping ke atas hutan pinus. Pingin sih, tapi males aja buat kesana, apalagi malem-malem, takut hujan, coz lagi musim ujan. Akhirnya ku bilang aja, aku nyusul besok pagi. Eh, malah yang ngajakin juga gak jadi. Gak ada temennya kalii. Yaudah, kita janjian aja, besok pagi-pagi berangkat kesana. Gak terasa, liat jam tangan udah jam 1 pagi. Aku pulang dulu, karna belom bawa mantol buat besok pagi. Balik ke kos, lalu nonton satu film buat penghantar tidur, gak lupa muter alarm biar terasa ada yang ngebangunin esok pagi.
adheb's poto
Indahnya Pemandangan dari Puncak Becici
Pagi pagi, jam 5 udah bangun. Sholat dan sebagainya, sambil nunggu gerimis reda. Ternyata yang ditunggu gak dateng dateng. Bukannn ternyata nunggu hujan redanya  gagal, hujannya gak mau berhenti. Yaudah, stengah enam kuputuskan ke sanggar buat ketemuan ama temen-temen. Gak lupa bawa botol minuman sendiri yang udah diisi aer galo (galon RO).  Walaupun akhirnya ternyata tumbler eh, botol minuman yang aku isi malah ketinggal di deket motor. Dengan gaya sok Gojek (maklum, orang nyebutnya gojek (gojek motor, bukan gojek becanda) karna jaketku atas bawah ijo semua (persis kaya motor sama helmnya). Padahal cuman jaket sisa mau daptar gojek dulu, gak lolos karna nabrak nabrak terus waktu tes nyetir motor. Maklum, nyetirnya dulu kebalik, akhirnya buat kenang kenangan, jaketnya gua gadein ama uang gue, biar bisa pamer lolos seleksi. 
Sampe sanggar ternyata temen yang ngajakin baru aja bangun tidur.  Yah, padahal semalem terngiang ngiang di benakku kalo besok aku terlambat, maka dianya akan ninggal aku, terus aku nyusul sendiri (sory pap,, becande..). Ya udah, terpaksa gue tunggu mereka setengah jam. Sbenernya sih pingin gue tinggal, tapi gue gak rela ninggalin mereka trus gue brangkat duluan, karna gue gak tau tempatnya.. 
Jam nem lebih dikit kita brangkat rame rame. Jaket anti hujanpun tetep gue pake walau grimis udah reda, buat ngalangin kalo kalo nanti di jalan ujan nantangin kite kite lagi. Mampir dulu jemput salah satu temen di jalan Imogiri (bayangan gue dari dulu bertahun tahun rumahnya di jalan Imogiri, selatan ringroad, ternyata baru kali ini gue kerumahnya, rumahnya di Imogiri daerah pucuk selatan . Busyet, jauh kali kao brangkat kuliah tiap hari ((salut)). 
Yah, terpaksa kudu jemput beliau, karena beliau gak bisa naek motor. Sbenernya dulu pernah bisa naek motor, tapi skitar 2 bulan ini tangannya patah, gak bisa dilurusin. Jadi, kalo naek motor bisa, cuman masih bingung ntar yang mau muter muter gasnya siape?? Yaudah, karna gak ada temen yang mau muterin gasnya, terpaksa dianya cuman nebeng temen ato nebeng bis kalo ke kampus. (piss bosooorr)
adheb's photo
Suasana Puncak Becici
Dari rumah beliau, perjalanan tinggal dikit lagi, sekitar 20 menit lagi kalo ngebut. Maklum, cuman satu kecamatan, walaupun dianya juga belum pernah ke tempat ini, tapi beliau tau, kalo daerah ini tuh katanya lokasinya di sebelah timur rumahnya, tepatnya gak tau berapa ratus ribu centimeter lebihnya. Perjalaan dari rumanya ke Imogiri, lalu ke arah Mangunan, ambil kiri arah hutan pinus, lurus dikit skitar sekilo ada plang besar arah Puncak Becici, belok kiri. Terus nanti pas ada tikungan ke kanan, jangan ambil kanan, ambil aja yang arah kiri, karna pas di tikungan ada bapak-bapak para penjaga loket masuk. Sbenernya bukan loket masuk sih, cuman penjaga parkir, karna mereka cuman narik parkir 3.000 perak per motor, sedangkan masuknya masih gratis. Sama seperti kalo agan agan pergi ke hutan pinus, tanpa ada pintu masuk. Maklum, katanya sih masih satu manajemen, dan gak ada pintunya di situ. Hayo, mahal mana ama Mangunan? (gak usah dibayangin, kasian nanti, disana jadi sepi). 
adheb's photo
Banyak tulisan penyemangat buat kita
Pas belokan tadi, belok kiri, menyusuri jalan cor skitar 2,5 meter lebarnya, tapi tepatnya kurang tau persis. Tapi panjangnya mungkin sekitar 300 meter. Parkir saja di deket rumah disitu. Insya Allah aman.. 
Habis parkir, langsung aja kita ke puncak, nyari tenda warna kuning. Itulah clue nya, saat kita mau ke sana. Cari tenda kuning diantara puluhan tenda yang mungkin terpajang disana. Perjalanan ke puncak yang cukup datar dan jaraknya cuman 500an meter terasa lama, karna ibu ibu pengikut pada heboh minta foto. Yaudah, terpaksa ngelayanin permintaan mereka, maklum yang bawa kamera tangan gue, dan gue juga malu sih, kalo mau ikut ikutan hebring pingin foto, cukup diem diem aja, sambil cari spot motret pohon pinus yang tumbuh disitu. Gk tau, pada zaman nenek moyang dulu tu pohon tumbuh sendiri apa ditanem, kok tingginya bisa ngalahin tinggi gardu listrik di samping rumah yang tingginya 5 meter. 
adheb's photo
Tulisan disini diletakkan di setiap sudut ruang terbuka
Yah, inilah hutan pinus saingan sebelah, walo sama sama hutan pinus, tapi disini masih baru dikelola, masih baru dibuka. Itulah penafsiran saya, atau kalao gak, saya yang masih baru pertama kali dateng ke sini, jadi gak tahu hutan pinus ini sudah dikelola berapa abad tahun lamanya. Begitu masuk ke area hutan, kita akan melihat satu dua tulisan yang aneh. Lho, kok aneh, sebenarnya gak aneh sih, gue aja yang bilang aneh. Trus siapa coba yang aneh.. 
Ya, masuk ke hutan pinus, ada beberapa tulisan entah itu semboyan, larangan, eh bukan, himbauan, ataupun tulisan tulisan yang bisa meneguhkan hati kita, walau sedang remuk, dikemas sedemikian rupa, indah dan tidak menyinggung hati, sehingga membuat kita seneng saat ngebacanya. Hayo, pasti ada salah satu tulisan yang sesuai dengan kalian, oh,belom pernah kesini ya, .lupa. ya udah, kalo penasaran cepetan dateng aja kesini, sebelum diserbu monster monster seperti hutan pinus sebelah.  
Selain monyet yang lagi gelantung di atas pohon, ada juga toilet di sini. Loh..  hehe, maksudnya, ketika mau ke kamar mandi, ternyata di bawah sini sudah ada toilet, tapi jangan lupa temen temen sisihin buat beli air, maklum, disini airnya susah, waktu saya kesini, pas ngliat mobil tangki air lagi nyetok air ke tampungan. Banyak tempat duduk yang terbuat dari pohon gelondongan( tapi gak begitu besar, skitar diameter 50 cm), bisa buat duduk duduk sembari ngobrol ama temen, pacar atau calon pacar, juga ada ayunan. Jumlahnya, kalao temen temen pernah ke hutan pinus, ya sekitar segitu, ditambah segitu lagi. Jadi, yang jelas lebih banyak daripada yang di hutan pinus sebelah tadi.
adheb's photo
Suasana Pohon Pinus di Pagi Hari
Naik lagi ke arah puncak, ada 2 buah papan tempat duduk di atas pohon. Bukan, salah, maksud saya di atas, di tengah pohon, karna papannya tidak diletakkan di atas daun pohon. Yah, seperti yang di Kalibiru, atau yang di Kebumen. Bedanya, di sini ada 2 buah, walau gak begitu tinggi. Yang satu berlatar hutan pinus, dan satunya lagi berlatar pemandangan awan dan arah Jogja. Kota Jogja terlihat sangat jelas dari sini, kalo kita lihat pake teropong. 
Oiya, setelah kita mendekati puncak, akhirnya kita bisa menemukan tenda berwarna kuning di puncak ini, setelah bersusah payah berjalan lebih dari 30 menit, (karena kebanyakan selfinya ibu ibu mapaselfi). Gak begitu susah sih menemukan tenda kuning itu, berkat informasi dan petunjuk   temen kita yang semalam nge camp disini, dan kebetulan pas kita markir motor tadi dia lagi duduk di situ, sekalian deh, dia nganter kita ke puncak. Dan ternyata kelompok temenku ini satu satunya yang nge camp disini, pake tenda warna kuning. Karena di Hutan pinus ini ternyata waktu itu tidak ada orang lain yang nge Camp selain temen kita ini, pake tenda warna kuning. 
Nyampe situ nyalain kompor dulu, bikin kopi, biar tenggorokan anget. Maklum, tadi terasa gerah, karena jaketnya terlalu tebel.  Tiba tiba terperanjatlah gue, ngliat ada kuburan di samping tenda. Eh, untung yang yang semalem nge camp disini tidak tau kalo sebelahnya itu makam, kalo tau, mungkin mereka akan nge camp di rumah warga saja, daripada nge camp disini.  Bingung juga gue, dari tadi mereka tidak tau kalo sebelah itu makam, atau mungkin semalem dibuat seperti gak keliatan, seperti di pilem pilem, biar mereka bisa tidur nge camp di sini dengan selamat dan aman sentosa. 
Puas foto foto gunung (padahal cuman bukit), langit, pohon, suket, sama moto hutan, kita balik lagi ke tenda. Aku milih tidur di hammock yang udah digelar di samping tenda. Istirahat sebentar, trus balik turun ke rumah tadi. Pas mau turun, ternyata anak anak kecil tertarik pingin ikut poto di atas hammock. Gak sia sia, majang 2 hammock di samping tenda, ternyata laku juga, walaupun sebenarnya tidak dijual ataupun disewakan.  Pun begitu, sebenarnya kita sangat ikhlas kalao mereka mau membayarnya, atau malah beli hammock kita, dengan harga dua kali lipat pun kita rela. 
Ternyata, hari ini hari Minggu. Jadi hari ini tanggal merah, dan semakin siang ternyata semakin banyak pengunjung berdatangan. Dari yang tadi pagi hanya kita dan beberapa ibu dengan anak kecil, sekarang bertambah ada tante tante, ibu ibu gaul, cewek cewek, dan nona nona, walaupun mereka juga membawa temen mereka baik laki laki atau perempuan juga. Sampai kami pulang, mungkin jumlah pengunjungnya sekitar seratusan. Bukan, lebih.. karena saya gak ngitung satu per satu pengunjung.
adheb's photo
Bergembira bersama
Turun ke rumah di parkiran, istirahat sebentar, lalu bantuin temen satu ngajarin cara pasang alat. Yah, warga di sini mau bikin outbond, biar keliatan rame. Tahap awal sih rencana mau buat prusiking dulu, jadi kita ngajarinnya juga ngajarin cara prusikking. Ternyata anak kampung sini (AKAMSI) pada semangat belajar, dari cara buat simpul delapan, masang tali tubuh pake webbing, buka nutup carabiner, tak lupa dibawain harnest satu, biar tahu bedanya pake tali tubuh sama pake harnest.
 Setelah diajarin masang alat, tak lupa diajarin cara make prusiking. Alat yang paling sederhana, naik cuman pake tali prusik saja. Ke depan, mungkin akan buka lagi wahana seperti rappling, halying, atau apalah. Sekarang ini baru tahap persiapan, belajar, pasang alat, cara make, dan gak lupa ngelist alat yang mau dibikin, kaya tandem, pulley, carabiner, tali cernmantel, webbing, pusik, atau harnest.
Jam 12 siang, saya putuskan untuk pulang terlebih dahulu meninggalkan mereka. Kali ini saya harus tega meninggalkan mereka pulang duluan, karna selain saya sudah tau jalan pulang, saya juga harus nganter temen, karna satu setengah jam lagi harus fighting.. bekerja. 

Selamat bingung baca, selamat penasaran, dan selamat datang di tempat wisata baru, burusan datang, sebelum dirusak orang, jangan lupa buang sampah di tong sampah,,
(mohon dimaklumi, karena yang nulis juga lagi sedeng..)