Rabu, 30 Desember 2015

Cahaya Dari Timur - Beta Maluku

Cahaya Dari Timur - Setelah beberapa film dalam negeri menceritakan kisah persepak bolaan dari beberapa daerah yang belum terekspose, kali ini salah satu film yang menceritakan tentang penjaringan calon-calon berbakat dari daerah, dengan tetap mengusung tema yang sama, yang digandrungi oleh mayoritas orang-orang di Indonesia, tidak hanya laki-laki, tetapi perempuan Indonesia pun banyak juga yang menggemarinya. Sepak Bola.

Kamis, 20 Agustus 2015

Berkaca Pada JBR Kemarin, Mari Kita Tertibkan Konvoi Motor di Jogja ke Depan

Foto aksi pencegatan yang ramai di berbagai medsos kala itu
Berkaca Pada JBR Kemarin, mari kita tertibkan konvoi motor di Jogja ke depan -
Konvoi para biker Harley yang banyak dihujat netizen belakangan ini ternyata juga ikut mempengaruhi saya untuk ikut berempati terhadap Jogja, sebagai kota yang berhati nyaman (semoga ikon sebaliknya -Jogja Berhenti Nyaman- tidak akan terjadi). Ya, sebagai pendatang yang sudah bertahun hampi 10 tahun berada di kota tercinta ini, tentunya saya ikut prihatin dengan adanya konvoi yang dilakukan oleh orang kelas atas tersebut seenaknya sendiri. Tak hanya saya, mayoritas kelas menengah ke bawah, atau bahkan kelas ataspun juga banyak yang bersimpati dengan Erlanto, pesepeda yang berani menghadang para sok penguasa jalanan tersebut agar bisa mentaati peraturan lalu lintas yang ada.

Minggu, 02 Agustus 2015

Wisata ke Belitung

adheb's pict
Selamat Datang di Belitong
Wisata ke Belitung - Akhirnya, salah satu tempat di Indonesia ini bisa kudatangi lagi. Belitung, sebuah pulau yang terkenal, berkat film yang mengangkat tentang Laskar Pelangi, salah satu novel besutan Andrea Hirata. Biaya transportnya pun gak begitu mahal amat kok. Berangkat dari Pangkalpinang (Bangka), biaya hanya 300 ribu. Ada beberapa kali penerbangan untuk menuju ke sana, dan kami memilih salah satu maskapai yang paling banyak melayani rute penerbangan di daerah Sumatera dan Babel ini. Jika kalian menggunakan kapal atau speed, maka biayanya pasti akan lebih murah. Untuk jalur laut, setiap hari ada rute baik dari Bangka-Belitung maupun sebaliiknya.

Selasa, 23 Juni 2015

BPJS KESEHATAN : JANGAN HANYA POMOSI, PERBAIKI JUGA SISTEM DI DALAMNYA

BPJS Kesehatan
BPJS KESEHATAN : JANGAN HANYA POMOSI, PERBAIKI JUGA SISTEM DI DALAMNYA - BUMN Kesehatan milik pemerintah yang mulai beroperasi sejak awal tahun 2014, sekarang sedang tumbuh pesat. Bahkan, hingga 2019 nanti, semua masyarakat Indonesia sudah wajib mempunyai kartu berobat ini. Tak ayal, promosi BPJS selalu gencar baik oleh dinas kesehatan terkait, ke masyarakat, ke perusahaan, dan lainnya dengan berbagai kegiatan.

Untuk warga miskin, iuran akan ditanggung oleh pemerintah, tetapi untuk masyarakat umum, mereka bisa memilih besaran iuran yang akan dibayarkan per bulannya. Apakah ikut yang kelas 1 (59.500 per bulan), kelas 2 (42.500 per bulan), ataukah kelas 3 (25.500 per bulan). Dengan bertambahnya pemegang kartu BPJS, maka bertambah pula intensitas kunjungan pasien ke tempat berobat. Kini masyarakat sudah tahu, dan pastinya mereka akan memanfaatkan layanan berobat gratis tersebut sebaik mungkin.

Berhubung sudah mempunyai kartu BPJS, maka tentunya mereka akan memilih tempat berobat yang lebih berkelas. Dahulu, jika hanya sakit biasa seperti flu, demam, mereka cukup berobat ke pustu (puskesmas pembantu) karena letaknya yang cukup terjangkau dari rumah. Karena jika ke Puskesmas, maka jarak yang ditempuh biasanya akan sedikit lebih jauh, atau jika ke tempat praktek swasta, biaya yang dikeluarkan akan lebih mahal.

Sekarang, dengan adanya BPJS, maka masyarakat lebih memilih ke tempat yang fasilitasnya lebih mumpuni. Jika dulu hanya ke pustu, maka paling tidak sekarang beralih ke puskesmas atau ke Rumah Sakit sekalian. Kenapa? Karena dengan tarif yang sama-sama gratis, dalam hal fasilitas tentunya lebih bagus, lebih komplit, baik dari segi dokter atau dokter spesialis, alatnya, dan juga obat yang lebih bervariasi dan lebih lengkap. Jika Rumah sakit terlalu jauh, cukup pergi ke klinik yang bekerja sama dengan BPJS, karena biasanya di sana juga tersedia dokter yang siap melayani pasien, atau sekalian ke dokter langganan yang sudah bekerja sama dengan BPJS.

Dahulu, jika hanya sakit ringan, masyarakat menengah ke bawah lebih memilih membeli obat di warung dekat rumah sesuai obat yang biasa mereka konsumsi, daripada pergi ke pustu atau puskesmas yang hanya dapat obat generik biasa yang tidak begitu berpengaruh. Sekarang, jika sakit sedikit saja, maka mereka akan pergi ke puskesmas untuk berobat. Apalagi masyarakat yang berada di pinggiran, biasanya mereka akan mampir ke puskesmas sekalian belanja ke pasar mingguan. Itulah sebabnya, di beberapa daerah, puskesmas akan ramai kunjungan di saat hari pasar daerah tersebut. Terus bagaimana dengan nasib pustu sekarang ini? Tentunya, di beberapa daerah intensitas kunjungan cenderung menurun, sejak diberlakukannya BPJS oleh pemerintah tahun lalu.

Pernah, suatu ketika saya berbincang-bincang deangan kepala pustu di suatu daerah. Beliau bercerita, bahwa semenjak adanya BPJS, maka jumlah kunjungan pasien semakin menurun. Hal tersebut tidaklah terjadi di tempat ini saja, melainkan hampir di setiap pustu di daerah ini, dan juga di daerah lain. Dahulu, saat memakai sistem karcis, pasien sehari rata-rata 50-100 orang, sekarang hanya sekitar 10 orang, paling banter 20 orang per harinya. Walaupun dengan membayar, kebanyakan pasien puas, karena obat yang mereka terima sesuai dengan keinginann mereka, tidak hanya obat generik saja, tetapi ada juga obat mandiri yang dibeli oleh puskesmas/pustu. Pustu pun juga bisa mengelola keuangannya sendiri, salah satunya dengan membelanjakan obat dari hasil karcis, jika obat tersebut tidak disetok oleh dinas.

Namun sekarang hal tersebut sudah tidak bisa lagi, mengingat semua obat didrop dari dinkes. Jika dropping obat komplit, hal ini tidak menjadi masalah, namun hampir setiap bulan selalu ada saja ada kebutuhan obat yang kosong atau kiriman yang tidak sesuai kebutuhan yang ada. Tidak tahu juga, apakah stoknya yang minim, ataukah memang benar tidak ada stok dari atas.

Untuk Puskesmas sendiri, disini mendapat jatah 75 % dari total obat yang ada, dan sisanya, untuk 25% dibagi sejumlah pustu di bawah puskesmas tersebut. Jika di wilayah Puskesmas ada 5 pustu saja, maka setiap pustu hanya akan mendapatkan jatah 5% dari total jatah obat yang ada. Itulah sebabnya, dia sering iris, karena pengobatan yang dilakukan di sini hanya seadanya. Jika ingin maksimal, pasien harus pergi ke tempat lain yang lebih besar seperti ke Puskesmas. Jika sama-sama habis, maka seringkali paisen hanya diberikan resep untuk ditebuskan di apotek dengan membayarkan biaya sesuai harga obat.

Beban kerja sekarang, jika di Pustu sangat santai, karena pasien yang datang sedikit. Malahan, lebih banyak melakukan kegiatan administrasi pengurusan BPJS daripada tugas pokok, yaitu melayani pasien. Untuk masalah klaim, dari yang dijanjikan turun bulanan, kenyataanya turun 3 bulanan. Itupun turunnya bukan di akhir bulan, melainkan beberapa bulan berikutnya, sehingga kadang malas untuk mengecek kembali antara klaim yang diajukan dengan hasil yang diperoleh, apakah sudah sesuai atau tidak. Malahan, semua pustu di sini, 2 bulan terakhir tahun kemarin (November dan Desember) tidak memperoleh klaim, padahal mereka sudah mengumpulkan semua klaim sesuai persyaratan yang selalu diminta.

Tentunya, oknum yang tidak bertanggungjawab lah yang memotongnya. Bulan-bulan biasa, hasil kapitasi (klaim) BPJS pun tidak seberapa, mengingat kalim yang didapat disesuaikan dengan jumlah kunjungan pasien tiap bulannya. Biasanya, habis untuk mengurus syarat administrasi seperti untuk fotocopy, transport, atau lainnya. Itulah sekelumit perbincangan dengan salah satu pegawai kesehatan di sini.

Yang perlu dipertanyakan, sejauh mana pihak terkait memenej permasalahan-permasalahan yang ada,seperti hal tadi salah satunya. Selain klaim yang sering terlambat, pasien yang masih saja susah mengurus klaim persyaratan BPJS di Rumah Sakit, oknum pegawai Rumah sakit yang kadang sewenang-wenang terhadap pasien pengguna BPJS khususnya pemegang kartu kelas 3? Semoga ke depan ada petugas internal yang bisa memonitoring permasalahan yang ada, baik dari atas sampai ke bawah agar permasalahan-permasalahan yang ada semakin berkurang. Tidak hanya fokus ke penyerapan pemakai kartu saja, apalagi dengan isu seperti sekarang ini, menaikkan besaran iuran bulanan dengan alasan dana yang disediakan minim, sedangkan penggunaan semakin membengkak.

Minggu, 10 Mei 2015

Berwisata ke Lahat dan Pagaralam

Menikmati Liburan, Jalan-Jalan Berwisata ke Lahat dan Pagaralam - Bagi yang tidak tahu, mungkin akan membayangkan kalau di sumatera Selatan itu panas, gerah, dan semrawut. Wajar saja, karena mereka banyak yang hanya mengetahuinya dari berita atau cerita orang yang pernah ke ibukotanya, di Palembang. Namun, sebenarnya banyak juga di sini tempat yang adem, dingin, dengan daerahnya yang berbukit-bukit. Seperti jika kita ke Lahat misalnya. Untuk menuju ke sana, dari Palembang memerlukan waktu sekitar 7 jam, ke arah Bengkulu. Jika ke daerah sini jangan malam hari, soalnya kalau sudah di atas jam 6 sore, ribuan truk batubara akan merayap memadati sepanjang jalan dari Lahat ke Palembang, dan sudah harus selesai sebelum jam 5 pagi. Di Lahat, daerahnya banyak berbukit. Baik di daerah Kikim, Merapi, atau di Tanjung Sakti. Sekitar 20 kilometer sebelum kita tiba di kota, kita akan melihat Bukit Telunjuk atau Gunung Telunjuk dari seberang sungai. Ada juga yang menyebutnya dengan Gunung Jempol. Mungkin karena bentuknya yang mirip dengan telunjuk kita yang mengarah ke langit, sehingga orang menamainya dengan bukit telunjuk.
adheb's foto
Bukit Telunjuk atau Jempol
Kita bisa berhenti sejenak, melepas lelah, sambil menikmati pemandangan bukit tersebut dengan sungai yang cukup besar tepat di depan kita. Jika ingin lebih jelas, kita juga dapat ke Bukit Serelo, tepat di bawah Gunung Telunjuk tersebut. Konon, ada yang mengatakan bahwa untuk memotret Bukit Telunjuk tersebut tak semudah asal jepret, karena kadang saat memfoto, bisa saja tiba-tiba gambarnya tidak terlihat di layar. Namun itu hanyalah mitos. Yang sebenarnya? Hanya Tuhan yang tahu.

Di bawahnya ada juga komplek untuk menjinakkan gajah, tepatnya di Desa Perangai, di kaki Bukit serelo tersebut. Di situ, gajah dilatih agar jinak. Kita bisa juga berfoto bersama gajah tersebut, dengan membayarnya sebesar 5 ribu rupiah. Untuk sekedar melihat Bukit Telunjuk, kita bisa berhenti di pinggir jalan, sembari istirahat. Namun, untuk melihat gajah, harus masuk ke dalam sampai ke desa.

Puas melihat pemandangan bukit, kita bisa melanjutkan perjalanan ke arah Kota Pagaralam. Namun, sempatkan dulu mampir ke Desa Pagar Batu, Kecamatan Pulau Pinang. Sejenak, tak ada yang istimewa di desa ini. Namun, akses satu-satunya menuju desa tersebut hanyalah jembatan gantung yang panjangnya 360 meter, di atas Sungai lematang. Jembatan gantung paling panjang, yang pernah saya temui. Sekilas, mirip dengan jembatan gantung di Imogiri, Jogja, atau arah Klaten, namun, karena cukup panjang, beberapa orang agak takut untuk melewatinya, apalagi dengan menaiki motor, karena gak sampai-sampai.
adheb's foto
Jembatan Gantung Desa Pagar Batu
Setelah melewati jembatan gantung ini, tujuan saya berikutnya adalah Pulau Panas. Perjalanan sekitar 3 jam dari Kota Lahat untuk sampai ke sini, melewati jalan berkelok naik turun. Maklumlah, kita akan melewati kaki Gunung Dempo untuk sampai ke sini. Tidak itu saja, Desa ini bahkan tepat berada di kaki Gunung Dempo. Kecamatan Tanjung Sakti, dulunya hanyalah satu kecamatan saja, namun kemudian mekar menjadi 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, dan Kecamatan Tanjung Sakti Pomo. Dan desa ini masuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Tanjung Sakti Pumi. Dua kecamatan ini bisa dibilang terisolir, karena letaknya yang jauh dari ibukota kabupaten. Tidak sampai sejam sudah sampai di perbatasan Bengkulu, dan 2 jam kita sudah bisa sampai ke Bengkulu. 2 Kecamatan ini letaknya terpisah oleh Kota Pagaralam. Ya, untuk menuju ke sini, dari Kota Lahat kita harus melewati Pagaralam terlebih dahulu.

Tidak tahu kenapa, Desa ini dinamakan Pulau Panas. Padahal tempatnya sangat tinggi. Saya lihat ke hp saya, ketinggiannya bahkan lebih dari 1.000 MDPL. Seminggu di sini, pasti selalu hujan. Seringnya jam 2 siang ke atas, hujan akan turun, karena daerahnya dataran tinggi. Desa Tanjung Panas ini berbatasan langsung dengan Kota Pagaralam. Ini adalah desa pertama dari Lahat, setelah melewati Kota Pagaralam.
adheb's foto
Menikmati Sore di Kebun Teh Pagaralam
Di Tanjung Sakti, ibukota kecamatan Pulau Panas ini, ada wisata air panas. Kita bisa mandi untuk sekedar menghangatkan badan, menghilangkan penyakit, atau sekedar menghangatkan kulit. Orang sini biasanya memasukkan ayam yang telah mereka sembelih ke sini, atau memasukkan telur, dan bisa langsung matang.

Bagi kalian umat Katolik, jangan lupa mampir ke gereja tertua di Sumatera Selatan, yang juga terletak di kecamatan ini. Gereja Santa Maria ini terletak di Desa Pagar Jati, sekitar 15 menit dari Tanjung sakti. Dulu pertama kali dibangun Tahun 1932, namun sekarang sudah tidak dipakai untuk beribadah lagi, dan hanya dikunjungi untuk ziarah saja. Untuk menuju ke Gereja ini, kita harus melewati jembatan gantung, dan jika anda menggunakan mobil roda 4, terpaksa harus memarkir di pinggir sungai, lalu jalan sekitar 15 menit untuk sampai ke Gereja ini, di sebelah SMKN 3 Lahat.
adheb's foto
Gereja Santa Maria, Gereja Tertua di Sumsel
Jika ingin melanjutkan perjalanan ke Bengkulu, perjalanan dari sini tidak terlalu jauh. 2 jam, kita sudah bisa sampai ke Bengkulu, karena setelah kecamatan ini, kecamatan selanjutnya sudah masuh daerah provinsi Bengkulu. Namun, saya lebih suka untuk menikmati ketinggian, menghirup udara segar di Kota Pagaralam. Yah, 3 hari berturut-turut, setiap hari saya selalu menuju ke kebun teh, di belakang daerah perkantoran. Sekedar menikmati suasana, ataupun menghirup udara segar, cukup menyejukkan jiwa ini. Cieee... (walaupun harus mengganti karna insiden kehilangan 2 STNK sekaligus, hadeuh..).

Di Kota Pagaralam, ada banyak wisata alam yang bisa kita jumpai. Mulai dari perkebunan teh, rafting atau sekedar bermain ban, curup, Gunung Dempo, ataupun wisata lainnya. Sekilas, Pagaralam adalah kota kecil di daerah pegunungan. Namun, potensi wisata alamya sangatlah banyak disana. Perjalanan dari Palembang, jika ingin mudah disini juga ada bandara loh, namun hanya melayani waktu-waktu tertentu saja, dengan rute Palembang-Pagaralam.

Namun, berhubung waktu yang singkat, jadi saya tidak bisa mengunjungi semua wisata tersebut. Bersama Kak Reno, teman dari Tanjung Sakti, yang selalu mengantarkanku jalan-jalan, kami mengunjungi Kebun teh milik PTPN VII tersebut. Terletak di belakang gedung perkantoran kota palembang, kita bisa menikmati sejuknya suasana, sembari memandang hamparan luas pohon teh yang tertata rapi. Jika ingin merasakan bermalam di sini, ada beberapa villa yang memang bisa dipakai buat kalian yang ingin menginap. Tempatnya pun sangat strategis, diantara kebun teh yang hijau. Jadi, jika kalian menginap di sini, ditakutkan kalian tidak mau pindah nantinya, hehemua wisata tersebut. Bersama Kak Reno, teman dari Tanjung Sakti, yang selalu mengantarkanku jalan-jalan, kami mengunjungi Kebun teh milik PTPN VII tersebut. Terletak di belakang gedung perkantoran kota palembang, kita bisa menikmati sejuknya suasana, sembari memandang hamparan luas pohon teh yang tertata rapi. Jika ingin merasakan bermalam di sini, ada beberapa villa yang memang bisa dipakai buat kalian yang ingin menginap. Tempatnya pun sangat strategis, diantara kebun teh yang hijau. Jadi, jika kalian menginap di sini, ditakutkan kalian tidak mau pindah nantinya, hehe..

Waktu yang paling enak untuk bersantai di sini adalah pagi hari, dengan jalan-jalan atau hanya sekedar duduk di tanjakan seribu, kita bisa menikmati kebun teh dengan latar Gunung Dempo. Hampir setiap pagi, kita bisa melihat indahnya Gunung Dempo dari sini. Namun, jika sudah jam 9 ke atas, maka akan tertutup kabut, dan tidak bisa untuk sekedar foto selfie kalian... Naik ke lereng atas sana, sekitar 30 menit perjalanan, berkelok-kelok menyusuri kebun teh, kita akan menuju ke kampung tertinggi. Ya, di sana ada Tugu Rimau, tempat start untuk pendakian Gunung Dempo. Sebenarnya ada beberapa titik start menuju puncak, tetapi setahu saya ini adalah titik start tertinggi daripada tempat lainnya.

Puas menikmati indahnya Kota Pagaralam dari Tugu Rimau ini, kami melanjutkan perjalanan ke Curup Embun. Sebenarnya, ada banyak Curup (orang sini menyebutnya Cughup) di sini, seperti Curup Maung, Curup Mangkok, maupun lainnya. tetapi kami memilih menuju ke Curup Embun, karena Air Terjun ini yang paling tinggi daripada yang lainnya. Ketinggiannya lebih dari 80 meter. Airnya lumayan bersih. Dan kita bisa mandi di bawahnya, atau sekedar duduk-duduk di atas batu di tengah kolam ini.

Jangan terlalu sore untuk bermain-main, karena biasanya selepas jam 2 siang, di daerah sini sering hujan. Ya, terpaksa saya kembali ke rumah. Namun, sebelum kembali kami jalan-jalan keliling kota dulu, mengisi perut, sambil melihat-lihat kesibukan di Kota Pagaralam ini. Have a nice day....

Rabu, 25 Maret 2015

Pertama Kali ke Sumatera Selatan

Pertama Kali ke Sumatera Selatan - Mendengar Sumatera, akhir-akhir ini sering terdengar kasus begal, rampok, dan sebagainya yang selalu terberitakan lewat berbagai media. Ya, Sumatera, Lampung, dan beberapa daerah sekitarnya, kerap kali tersiar di tv, aksi kawanan rampok atau begal, yang bahkan akhir-akhir ini menjamur sampai ke Jawa dan daerah lain di Indonesia. Mungkin itu yang ditakuti orang, ketika pertama kali datang ke Pulau ini.

Jumat, 23 Januari 2015

Jalan-Jalan ke Tanjung Puting

Jalan-Jalan ke Tanjung Puting - Jum'at, 23 Januari 2015. Tidak terasa hampir 2 bulan kami berada di Kalimantan, setelah menyusuri setiap sudut di Bumi Boerneo ini, khususnya di Kabupaten Lamandau dan Seruyan, di Kalimantan Tengah ini. Ini adalah hari terakhir kami di ujung barat Kalimantan Tengah. Ya, tepatnya di Kecamatan Delang. Kecamatan di wilayah Kalimantan Tengah yang berbatasan dengan Kalimantan Barat. Kami juga sudah sampai di daerah Kalimantan Barat, beberapa hari yang lalu, saat mengunjungi salah satu desa yang letaknya di daerah perbatasan Kalbar.

adheb foto
Tanjung Puting Harbour
Setelah puas menyambangi pedalaman-pedalaman di 2 Kabupaten ini, tujuan selanjutnya adalah Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Ya, kabupaten yang sedang ramai diberitakan di media-media saat ini, dengan Ibukotanya di Pangkaan Bun. Setelah sebulan lebih kemarin disorot berbagai media saat kasus kecelakaan pesawat Air Asia yang jatuh, sekarang kembali lagi disorot dengan kasus BW, salah satu petinggi KPK dengan topik pilkada Kobar ini beberapa tahun yang lalu. Mungkin saya gak begitu paham, karena memang jarang menonton berita akhir-akhir ini. Tetapi, berita tersebut begitu terasa, karena kebetulan sekarang saya sedang berada di sini.
adheb foto
Singgah di GOR Lamandau
Pagi-pagi sekali kami sudah mandi dan beres-beres untuk melanjutkan perjalanan ke Pangkalan Bun. Wajah mereka cukup sumringah, karena hari ini perjalanan kami bukan untuk menyambangi desa-desa seperti yang kami lakukan sesebelumnya, tetapi untuk berwisata ke Tanjung Puting, salah satu wisata dunia terkenal di Bumi Borneo ini.
adheb foto
Menuju ke Kamp 3, Leakey
Perjalanan sekitar 6 jam sampai Pangkalan Bun menggunakan Strada, mobil yang sudah tidak asing bagi kami, karena medan di sini yang mengharuskan kami selalu bepergian dengan mobil double gardan. Tiba di Pangkalan Bun, langsung tancap ke Kumai, menuju ke kantor Taman Nasional, untuk registrasi terlebih dahulu. Dermaganya pun berdekatan dengan pelabuhan, yang sampai saat ini masih saja ramai, dan banyak para petugas SAR yang masih standby berpatroli terkait kecelakaan Air Asia ini.
Yah, yang paling umum diketahui orang sini adalah para KRU SAR, yang rela standby demi rasa kemanusiaan ini. Ada 2 kapal yang paling orang ketahui, karena memang yang paling canggih adalah 2 kapal itu, yaitu Kapal SAR Aceh dan Kapal SAR Purworejo. Senang juga mendengarnya, Kabupaten saya menjadi salah satu nama kapal Canggih dari Basarnas ini.
adheb foto
Kapal SAR Purworejo
Tidak sampai setengah jam kami berada di Kumai, karena segala sesuatu seudah kami pesan saat perjalanan menuju Kumai ini. Kebetulan, ada teman yang bisa menghubungkan kami dengan salah satu petugas, sehingga bisa menghemat waktu kami untuk langsung menikmati perjalanan.
Dengan 2 speed, 2 motoris, dan 1 guide kami menyusuri pantai menuju ke kamp 3. Ya, kamp terakhir adalah tujuan kami, karena di sini terdapat orang hutan cukup banyak. Saat feeding tiba, biasanya sekitar 30-40 orang utan akan datang, baik bersama-sama atau secara bergantian. Tiba di dermaga Leakay, kami disambut oleh seekor orang utan yang cukup besar. Ya, siswi namanya, sedang berendam setengah badan saat kami tiba. Memang agak nakal, tetapi Siswi tidak senakal Tom, orang utan yang paling terkenal karena memang cukup nakal.
adheb foto
Namanya Siswi, Walau kadang mengganggu pengunjung, tetapi baik loh...
Saat kami turun dan akan melakukan perjalanan ke tempat feeding, dengan muka yang pura-pura oon, siswi mendatangi kami, dan langsung tidur telentang di tengah jalan. Yah pastinya para cewek ketakutan, karena jalan (jembatan) yang akan kami lalui sudah penuh ditempati Siswi. Cepat saja, guide kami mengarahkan kami untuk tidak usah takut, karena kalau kami takut, mereka akan mengerti dan mengganggu kami. Kami diarahkan lewat jalan lain, tanpa takut, sementara guide menunggu Siswi agar tidak mengganggu kami.
Untuk menuju ke sini, para turis memang diwajibkan untuk membawa guide, dan jangan lupa, guide selalu mengingatkan kami untuk tidak membawa makanan, atau menyimpannya di dalam tas. Karena takut nanti akan diminta oleh orang utan jika mereka tahu kami membawa makanan. Kebersihan di sini juga bagus, karena pengunjung dilarang untuk membuang sampah sembarangan.

adheb foto
Feeding di Camp Leakey
Sekitar setengah jam perjalanan kami, hingga tiba ke tempat yang kami tuju. Ya, tempat feeding yang merupakan incaran semua turis saat pergi ke tempat ini. Jadwal feeding di kamp Leakey ini jam 3 sore atau jam 2 bagi para orang utan, karena orang utan mempunyai jam yang berbeda dengan manusia. Mereka akan datang tepat waktu, dan biasanya jika belu waktunya mereka belum datang. Tidak sampai setengah jam kami menunggu, jam feeding dimulai. Dengan panggilan khas dari para penjaga, beberapa monyet datang bergantian menuju tempat makan ini. Menu feeding hanyalah pisang dan susu.
Bersama kami, ada sekitar 30 orang yang datang ke acara feeding ini. Jumlah orang utang yang datang di tempat ini tergantung musim. Jika musim buah ataupun bunga tiba, maka yang datang tidak sebanyak saat tidak ada buah di hutan, karena jika di hutan sedang tidak musim buah ataupun bunga, mereka susah untuk mencari makan, dan akan datang ke tempat feeding ini.
Yang perlu diperhatikan, di area tertentu seperti area feeding ini, pengunjung dilarang untuk berbicara terlalu keras, karena takut akan mengganggu mereka yang datang untuk makan. Pengunjung boleh untuk memfoto kera, tetapi tidak boleh masuk ke area pagar yang telah diberi batas. Biasanya acara feeding mereka sampai sore hari, tetapi pengunjung dihimbau untuk kembali jam 4 sore.
Setelah kami merasa cukup melihatnya, kami bergegas untuk kembali, karena langit terlihat mendung. Ya, kami memutuskan untuk kembali ke Kumai. Saat perjalanan kembali ke dermaga, lagi-lagi kami bertemu dengan Siswi, yang sedang bersantai di bawah pohon. Beberapa pengunjung mencuri-curi untuk berfoto, walaupun tidak dari dekat. Sepanjang perjalanan pulang menyusuri sungai, kami melihat banyak monyet bergerombol di pohon, di pinggir sungai. Bekantan misalnya, yang selalu bergerombol di pohon. Setiap gerombol bekantan terdiri dari 7-15 bekantan, dan pastinya ada seekor yang mengomandonya, yang paling kekar dan besar. Hingga sampai di tepi laut, kami masih bisa melihat monyet yang sedang berteduh di atas pohon sana. Ratusan monyet bisa kami lihat, bebas di atas sana. Tak lupa, bonus pelangi yang cukup inidah menemani perjalanan kami di pantai ini.
Perjalanan yang melelahkan, namun cukup terbayar. Salah satu wisata telah saya datangi di belahan bumi Indonesia ini, menambah pengetahuan akan kekayaan wisata di Indonesia yang masih banyak, yang belum saya kunjungi. Tiba di kumai, matahari sudah mulai tenggelam di ufuk barat, langsung kami menuju tempat makan, mengisi perut yang sudah meulai kosong ini.

Untuk biaya, tiket masuk di hari biasa hanya 5 ribu rupiah saja. Namun, di hari Sabtu-Minggu, ataupun di hari libur biasanya 15 ribu per orang. Biaya guide 300 ribu, biaya sandar speed 100 ribu per speed, dan untuk sewa speed 1 juta per speed sehari. Bisa untuk 6-7 orang muatan, termasuk sopir. Mungkin, ini lumayan murah daripada biaya yang umumnya ada di internet, yang biasa memakai kapal. Karena jika memakai kapal, maka biaya sewa 1 juta per kapal, dan lamanya 3 hari . Memang jika menggunakan kapal, bisa mengunjungi 3 kamp, dan menginap selama 2 malam. Tetapi selain biaya kapal, masih ada juga biaya guide, tiket masuk, dan juga koki, jika ingin memasak di kapal. Itupun hanya bisa dipakai oleh sekitar 10 orang standarnya. Karena kami tidak punya waktu yang lama, kami pilih memakai speed saja.