Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat - Desa Ranggu, adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Desa ini berpenghuni sekitar 1.109 jiwa, dari 250 Kepala Keluarga (data desa tahun 2012). Desa Ranggu sendiri terdiri dari 3 Dusun, Yaitu Dusun Ranggu, yang terletak di paling luar, Dusun Nggorong, ada di agak pertengahan, dan Dusun Tado, terletak di paling ujung. Di Dusun Ranggu, terdapt 3 RT, yaitu RT 01, sekitar 35 KK, RT 02, sekitar 65 KK, dan RT 03, sekitar 86 KK. Di Dusun Nggorong terdapat 50 KK, dan Tado sekitar 68 KK.
Perjalanan ke Ranggu, dari Ibu kota Kecamatan Kuwus, kita harus menempuh perjalanan sekitar 2 jam, untuk bisa tiba sampai di Ranggu. Saat memasuki daerah Ranggu, kita akan melihat ada Lapangan besar, Gereja, dan ada Kantor Desa yang cukup kecil di sebelah kiri jalan. Di dekat Kantor Desa terdapat Sekolah SMP, SMA, dan Puskesmas. Kemudian, sekitar 200 meter ke depan ada SD Ranggu 2, dan ke depan lagi, ada Kampung Besar Dusun Ranggu. Di Kampung Besar inilah sebagian besar penduduk Desa Ranggu bermukim. Di sini terdapat situs budaya, yang dinamakan Batu Besar (Batu Ranggu), konon, batu ini bisa berjalan-jalan sendiri, dan kembali lagi ke tempat asalnya dengan bertumpuk-tumpuk ke atas. Di Dusun Ranggu ini, ada juga masyarakat pembuat gula merah. Gula merah di sini dari bahan aren, dan berupa serpihan-serpihan (bubuk), tidak dibuat cetakan seperti batangan ataupun bulat.
Warga di sini membuat gula merah sedikit-demi sedikit, dan jika sudah lumayan banyak, baru mereka akan menjualnya ke penadah. Namun, saat ini warga yang membuat gula merah hanya sekitar 3 sampai 4 orang saja, dan itupun mereka bekerja sendiri. Menurut penuturan salah satu warga, dulu di sini ada juga warga yang membuat sophi (arak khas Flores dari aren) untuk dijual, termasuk orang tersebut, namun sudah hampir sekitar 3 tahun ini mereka tidak membuat lagi, lantaran susah untuk memasarkannya.
Mayoritas penduduk Desa Ranggu adalaha petani, dimana jumlahnya hampir 90 persen, dan sisanya terbagi menjadi PNS, Guru, Pegawai Pemerintahan, atau Wiraswasta. Pertanian yang paling umum adalah padi. Selain itu, ada juga cengkeh, kopi (biasa panen di Bulan Juli-September), Kakao, Vanili, sedangkan untuk buahnya ada rambutan dan durian, walau tidak begitu banyak. Namun, kendala yang paling umum di sana adalah medan yang berliku-liku, dengan topografi yang naik turun, sehingga kesusahan untuk mengangkut hasil bumi menuju ke pusat kota. Selain itu, jalannya juga tidak begitu mulus, apalagi jalan di dalam desa yang masih bebatuan. Begitu juga dengan hasil sawah yang biasa dipanen 2 kali setahun, rata-rata mereka menyimpannya untuk kebutuhan sendiri, karena jika akan menjual ke kota biaya yang dikeluarkan lebih mahal daripada hasil yang akan diperoleh. Sangat tidak mungkin juga untuk menjual hasil bumi ke tetangga, karena rata-rata warga di sini juga mempunyai hasil pertanian.
Dusun Ranggu, yang terletak di paling luar adalah Dusun yang paling maju daripada dusun lainnya. Di sini terdapat beberapa fasilitas umum, seperti Kantor Desa, SD Ranggu, SMP Sada Ranggu, bahkan ada SMA Trinitas Ranggu yang bersebelahan dengan SMP, dan masih satu kompleks. Dan hanya di Dusun Ranggu saja yang sudah terdapat listrik dari PLN, sedangkan di Nggorong masih menggunakan genset, dan Tado kebanyakan masih menggunakan lampu pelita, walaupun sudah ada beberapa yang menggunakan genset.
Untuk menuju ke Dusun Nggorong, kita harus menempuh perjalanan lagi sekitar 2 kilometer. Untuk 1 kiometer pertama, jalan sudah beraspal, dan terdapat jembatan besar di situ, yang bernama Jembatan Wae Himpor. Di bawah jembatan ini terdapat aliran air hangat (Wae Kolang), yang selalu mengalir setiap saat. Dulu dari pihak dinas pariwisata setempat pernah menawar untuk membeli tanah ini, untuk dikembangkan menjadi area pariwisata, namun akhirnya tidak jadi, karena tidak terjadi kesepakatan harga dengan yang punya tanah ini.
Dari jembatan ini, perjalanan masih sekitar 1 kilometer, baru sampa di Dusun Nggorong. Jalannya pun bebatuan, dan cukup licin jika kita berjalan saat musim hujaan. Di Dusun Nggorong terdapat SD, yaitu SD Nggorong Kotak. Sedangkan untuk menuju Tado, perjalanan masih ada sekitar 1-2 kilometer dengan jalan bebatuan yang cukup susah, karena di Tado daerahnya yng paling terpencil daripada Dusun-Dusun lainnya di Desa Ranggu ini.
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
adventure
- Pendakian Gunung Merbabu via Selo di Masa Pandemi
- tips Persiapan Mendaki di Masa Pandemi
- Teknik Navigasi Darat (Bag 5) Menentukan Arah Tanpa Kompas dan Memperkirakan Cuaca
- Teknik Navigasi Darat (Bag 2) Mengenal Peta
- Teknik Navigasi Darat (Bag 4) Teknik Peta dan Kompas
- Teknis Navigasi Darat (Bag 3) Mengenal Kompas
- Teknik Navigasi Darat
- Menikmati Suasana Pendakian Gunung Lawu Via Candi Cetho
- Pendakian Gunung Kembang, Belajar Pentingnya Pendakian Edukatif
- Hidup Berdampingan, Berdamai Dengan OPM
- Pendakian Gunung Argopuro Via Baderan-Bremi
- “Ekspedisi 100 Hari di Puncak Gunung Merbabu” ngobrol-ngobrol langsung dengan mereka
- Refleksi 2016, Sudut Pandang Seorang Petualang
- Wisata ke Majalengka
- Saumlaki, Maluku Tenggara Barat
- Puncak Becici
- Wisata ke Belitung
- Jalan-Jalan ke Tanjung Puting
- Masyarakat Papua, Belum Begitu Membutuhkan Uang
- Kurullu, The Beauty of Wamena
- Singgah ke Kampung RKI (Rumah Kayu Indonesia)
- Trip Rinjani (part2)
- Krakatau
- Situs Budaya “Watu Dhukun” (Batu Purbakala)
Catatan
- Padat Karya Tunai Desa
- Tips Naik Pesawat di Masa Pandemi
- Wisuda di Masa Pandemi (unfogottable moment), Sebuah Wisuda yang Gak Disengaja
- Teknis Navigasi Darat (Bag 3) Mengenal Kompas
- Teknik Navigasi Darat
- Menikmati Suasana Pendakian Gunung Lawu Via Candi Cetho
- Pendakian Gunung Kembang, Belajar Pentingnya Pendakian Edukatif
- Tuhan dalam Secangkir Kopi 'sebuah resensi'
- Pendakian Gunung Argopuro Via Baderan-Bremi
- Resensi Buku: Literatur Keislaman Generasi Millenial; Transmisi, Apropriasi, dan Kontestasi
- Mardigu W.P. "Jangan Pernah Berkata Saya Tidak Pernah Memperingatkan Anda"
- UGM VS UNY Kuat-Kuatan Berdiam Diri Terhadap Kemacetan Di Simpang Selokan
- Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah, sebuah resensi buku M.Quraish Shihab
- “Ekspedisi 100 Hari di Puncak Gunung Merbabu” ngobrol-ngobrol langsung dengan mereka
- Refleksi 2016, Sudut Pandang Seorang Petualang
- Masjid Tua Palopo
- Cahaya Dari Timur - Beta Maluku
- Berkaca Pada JBR Kemarin, Mari Kita Tertibkan Konvoi Motor di Jogja ke Depan
- BPJS KESEHATAN : JANGAN HANYA POMOSI, PERBAIKI JUGA SISTEM DI DALAMNYA
- Berwisata ke Lahat dan Pagaralam
- Pertama Kali ke Sumatera Selatan
- Ambulance Yang Tersandera
- BSM (Bantuan Siswa Miskin)
- Singgah ke Kampung RKI (Rumah Kayu Indonesia)
- PULANG
Artikel
- Padat Karya Tunai Desa
- tips Persiapan Mendaki di Masa Pandemi
- Tips Naik Pesawat di Masa Pandemi
- Teknik Navigasi Darat (Bag 5) Menentukan Arah Tanpa Kompas dan Memperkirakan Cuaca
- Teknik Navigasi Darat (Bag 2) Mengenal Peta
- Teknik Navigasi Darat (Bag 4) Teknik Peta dan Kompas
- UGM VS UNY Kuat-Kuatan Berdiam Diri Terhadap Kemacetan Di Simpang Selokan
- “Ekspedisi 100 Hari di Puncak Gunung Merbabu” ngobrol-ngobrol langsung dengan mereka
- Saumlaki, Maluku Tenggara Barat
- Wisata ke Ambon
- Cahaya Dari Timur - Beta Maluku
- Berkaca Pada JBR Kemarin, Mari Kita Tertibkan Konvoi Motor di Jogja ke Depan
- BPJS KESEHATAN : JANGAN HANYA POMOSI, PERBAIKI JUGA SISTEM DI DALAMNYA
- Pertama Kali ke Sumatera Selatan
- Masyarakat Papua, Belum Begitu Membutuhkan Uang
- Di Timur Matahari, Wamena Yang Sebenarnya
- Ambulance Yang Tersandera
- BSM (Bantuan Siswa Miskin)
- Singgah ke Kampung RKI (Rumah Kayu Indonesia)
- PULANG
- Trip Rinjani (part2)
- Sepowerfull Apakah KPS (Kartu Perlindungan Sosial) itu ?
- Krakatau
- Angkringan Pak Panut
- Situs Budaya “Watu Dhukun” (Batu Purbakala)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan pembaca berkomentar dengan santun untuk memberikan saran dan masukan kepada kami, terimakasih.