Kamis, 20 Agustus 2015

Berkaca Pada JBR Kemarin, Mari Kita Tertibkan Konvoi Motor di Jogja ke Depan

Foto aksi pencegatan yang ramai di berbagai medsos kala itu
Berkaca Pada JBR Kemarin, mari kita tertibkan konvoi motor di Jogja ke depan -
Konvoi para biker Harley yang banyak dihujat netizen belakangan ini ternyata juga ikut mempengaruhi saya untuk ikut berempati terhadap Jogja, sebagai kota yang berhati nyaman (semoga ikon sebaliknya -Jogja Berhenti Nyaman- tidak akan terjadi). Ya, sebagai pendatang yang sudah bertahun hampi 10 tahun berada di kota tercinta ini, tentunya saya ikut prihatin dengan adanya konvoi yang dilakukan oleh orang kelas atas tersebut seenaknya sendiri. Tak hanya saya, mayoritas kelas menengah ke bawah, atau bahkan kelas ataspun juga banyak yang bersimpati dengan Erlanto, pesepeda yang berani menghadang para sok penguasa jalanan tersebut agar bisa mentaati peraturan lalu lintas yang ada.

Sebagai mantan aktifis sosial (jiah..) secara tak langsung saya juga sedikit tahu track record beliau, baik dari obrolan grup ataupun obrolan saya dengan beberapa teman seaktivis. Bagi saya sendiri, tindakan beliau memang pas, di momen acara JBR tersebut. Mengapa? Karena acara konvoi tersebut merupakan salah satu konvoi pelanggar lalu lintas yang selama ini terkesan didiamkan oleh para petugas lalu lintas. Untuk itu, sekalian saja menertibkan gerombolan mereka yang didalamnya terdiri dari para kelas atas, dengan bekingan dari para petinggi polisi.
Sehingga, ada dua kemungkinan, jika perkumpulan biker tersebut dengan gentle berani mengakui kesalahan (tidak hanya kesalahan menyerobot lampu merah saja) dan mau membenahi diri agar ke depan bisa berkonvoi dengan teratur, maka secara perlahan club-club motor sekelas di bawahnya, yang kadang juga suka menerobos lampu merah, karena adanya kawalan vooridjer akan ikut membenahi diri, berkiblat dari club tergengsi ini.
Kemungkinan kedua adalah club biker harley tersebut tidak berani mengakui kesalahan mereka, dan mereka akan menganggap mereka sudah di jalan yang benar, sudah sesuai peraturan yang ada. Maklum, di belakang mereka adalah para petinggi yang mengurusi masalah jalanan, sehingga dengan santai mereka akan menunjukkan berbagai peraturan yang dirasa benar oleh mereka. Sehingga apa yang terjadi? Seperti kasus kemarin, mereka akan menuntut balik Kang Erlanto dengan alasan kegiatannya tersebut membahayakan diri sendiri. 
Bagi masyarakat awam, yang mungkin belum begitu paham seperti saya, ada beberapa point penting, terkait peristiwa tersebut yang perlu kita ketahui. Pertama, dan yang paling banyak dibicarakan adalah terkait pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan. Di berbagai media, pihak kepolisian mengklaim bahwa konvoi HD tersebut merupakan salah satu pengguna jalan yang pantas untuk didahulukan, sesuai dengan pasal 134 poin G UU No. 22 Tahun 2009.
Pasal 134 Point G UU no.22 Tahun 2009
Berkali kali humas polri mensosialisakin ke warga, bahwa prosedur pengawalan moge tersebut sudah sesuai dengan UU No.22 tahun 2009, dalam pasal 134 poin G, dan meminta masyarakat memahami undang undang tersebut sebelum memberi komentar. Namun jangan salah, karena masyarakat kita sekarang sudah pintar, walaupun humas polri khususnya humas polda DIY mengacu poin tersebut sebagai tameng, kita mengetahui bahwa poin tersebut adalah untuk kendaraan yang bisa memperoleh hak utama untuk didahulukan, dimana akhirnya mereka meminta maaf karena mungkin masyarakat sudah mengerti terkait poin G tersebut yang belum banyak dipahami masyarakat terkait poin yang ambigu. Sejatinya, kendaraan moge bukanlah salah satu kendaraan yang diprioritaskan did alam poin G tersebut.
Selain itu, kita juga harus mengerti bahwa lampu isyarat dan sirine yang sering digunakan oleh para pengendara konvoi sebenarnya tidak diperbolehkan, jika merujuk ke undang undang yang sama, khususnya dalam pasal 59. Di situ sudah dijelaskan, kendaraan mana saja yang bisa memakai lampu isyarat merah, biru kuning, ataupun sirine untuk kepentingan tertentu. Lagi-lagi moge tidak terdapat di dalamnya, dan juga, kendaraan peserta yang dikawalpun tidak pula diperbolehkan menggunakan isyarat sirine tersebut. Alangkah harmonisnya jika kita bisa saling memahami, sama sama pengguna jalan, sama sama pembayar pajak, sehingga para pemakai jalan bisa saling berbagi jalan, seperti yang ada di UU No 22 tahun 2009. Sebagai pengendara kendaraan bermotor, kita juga harus menghargai para pedestrian dan pesepeda, cerminan dari pasal 106 poin 2.
Saya sendiri kurang sepakat dengan statemen yang mengatakan bahwa dengan adanya perhelatan acara yang katanya mendatangkan 4.000 an biker ke jogja tersebut akan mengangkat destinasi wisata jogja, yaitu prambanan. Saya kira, statement seperti itu sama halnya dengan berbagai even club biker yang sudah berkali-kali dihelat dengan meetiing point di Candi Prambanan. Ada beberapa alasan mengapa saya kurang sepakat dengan adanya gelaran acara tersebut.
Pertama, apakah dengan adanya perhelatan seperti itu bisa mengangkat destinasi wisata Candi Prambanan secara maksimal? Kalau hanya sekedar mengangkat distinaasi wisatanya, saya yakin ya. Dengan adanya perhelatan seperti itu, pastinya mendatangkan wisatawan dari berbagai daerah, mengenal wisata candi prambanan, dan juga diekspose di berbagai media, sehingga destinasi candi prambanan semakin terkenal (asalkan jangan kebanyakan ekspose negatif seperti kemarin). Walaupun saya tidak yakin sebagian besar bikers akan menikmati dan berkeliling candi, saya pikir mereka akan sekedar datang untuk meramaikan acara di area perhelatan tersebut, dan kembali konvoi atau pulang begitu acara selesai.
Kedua, saya yakin wisata Candi Prambanan sudah cukup terkenal, tanpa adanya acara seperti itu. Beberapa acara yang selalu saya lihat ramai saat melewati candi prambanan antara lain di weekend. Tanpa ada acara tambahan, setiap weekend wisata ini selalu ramai oleh para wisatawan yang ingin menikmati dan ingin tahu tentang candi prambanan ini.
Begitu juga saat liburan sekolah, bis-bis yang disewa murid-murid yang sedang melakukan study tour selalu memenuhi parkiran candi. Mereka cukup berantusias untuk melihat destinasi wisata ini, walaupun menurut saya harga tiketnya agak mahal, hehe. Begitu juga event lain seperti sendratari Ramayana Ballet di sebelah barat, saat acara kemah pramuka di sebelah utara candi, atau saat acara lain yang jelas-jelas bisa mendatangkan turis baik lokal ataupun mancanegara yang diadakan oleh dinas pariwisata, salah satunya acara tahunan JIHW (Jogja International Herritage Walk) yang diikuti belasan peserta dari berbagai negara setiap tahunnya. Hal seperti itu bagi saya lebih nyata dalam mendatangkan turis baik lokal ataupun dari mancanegara.
Ketiga, alangkah lebih baiknya jika acara tersebut diselenggarakan di tempat wisata yang belum begitu terekspose, sehingga bisa benar-benar mengangkat tempat wisata tersebut. Misalnya di daerah pantai, Museum atau tempat wisata lainnya di Jogja yang belum begitu tenar seperti candi prambanan. Sehingga ke depan bisa dicontoh oleh club-club motor lain yang akan menggelar event serupa, dengan harapan wisata jogja yang belum begitu terkenal lambat laun akan semakin terekspose dan mendatangkan wisatawan dari berbagai daerah.
Keempat, dengan adanya perhelatan yang mendatangkan ribuan bikers, apakah ada pengaruhnya terhadap kualitas candi prambanan itu sendiri?. Kita semua tahu jika motor gede sekelas Harley pasti menghasilkan suara yang keras. Saya sendiri belum tahu, apakah semua knalpot moge seperti itu keras, atau ada juga yang bisa diredam seperti biasanya. Dan sayapun juga belum begitu mengerti regulasi ataupun peraturan yang mengatur tentang knalpot moge seperti itu. Tetapi, saya yakin semua masyarakat sudah tahu, kalau kita menggunakan motor biasa dengan knalpot bersuara keras, pastinya akan ditangkap oleh polisi. Lagi lagi, peraturan bisa dinikmati oleh orang kelas atas.
Perlu adanya kajian, sejauh mana getaran suara mempengaruhi letak candi-candi yang ada di prambanan. Seberapa keras suara tersebut bisa merusak atau membuat letak candi bergeser. Karena candi prambanan relatif rentan terhadap getaran (keras), karena terdiri dari batu-batu yang ditata sedemikian rupa, tanpa dicor seperti bangunan rumah.
Terakhir, saya sebenarnya juga salut untuk panitia JBR tersebut, walaupun ada sedikit masalah, intinya mereka mempunyai semangat untuk membuat Jogja semakin terkenal,dan semoga acara ke depannya bisa dikonsep lebih apik. Bukan dalam hal keramaiannya, tetapi untuk manfaat dan kebanggaan masyarakat sekitar terhadap adaca yang diadakan. Begitu juga untuk staff polisi yang dengan baik hati selalu memberikan pemahaman peraturan berlalu lintas kepada warga dengan tulus, tanpa terpengaruh oleh atasan mereka yang sarat kepentingan waktu itu, salut.
Mari kita buat Jogja semakin nyaman untuk kita…

Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan pembaca berkomentar dengan santun untuk memberikan saran dan masukan kepada kami, terimakasih.