Jalan-Jalan ke Tanjung Puting - Jum'at,
23 Januari 2015. Tidak terasa hampir 2 bulan kami berada di
Kalimantan, setelah menyusuri setiap sudut di Bumi Boerneo ini,
khususnya di Kabupaten Lamandau dan Seruyan, di Kalimantan Tengah
ini. Ini adalah hari terakhir kami di ujung barat Kalimantan Tengah.
Ya, tepatnya di Kecamatan Delang. Kecamatan di wilayah Kalimantan
Tengah yang berbatasan dengan Kalimantan Barat. Kami juga sudah
sampai di daerah Kalimantan Barat, beberapa hari yang lalu, saat
mengunjungi salah satu desa yang letaknya di daerah perbatasan
Kalbar.
Setelah
puas menyambangi pedalaman-pedalaman di 2 Kabupaten ini, tujuan
selanjutnya adalah Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Ya,
kabupaten yang sedang ramai diberitakan di media-media saat ini,
dengan Ibukotanya di Pangkaan Bun. Setelah sebulan lebih kemarin
disorot berbagai media saat kasus kecelakaan pesawat Air Asia yang
jatuh, sekarang kembali lagi disorot dengan kasus BW, salah satu
petinggi KPK dengan topik pilkada Kobar ini beberapa tahun yang lalu.
Mungkin saya gak begitu paham, karena memang jarang menonton berita
akhir-akhir ini. Tetapi, berita tersebut begitu terasa, karena
kebetulan sekarang saya sedang berada di sini.
Singgah di GOR Lamandau |
Pagi-pagi
sekali kami sudah mandi dan beres-beres untuk melanjutkan perjalanan
ke Pangkalan Bun. Wajah mereka cukup sumringah, karena hari ini
perjalanan kami bukan untuk menyambangi desa-desa seperti yang kami
lakukan sesebelumnya, tetapi untuk berwisata ke Tanjung Puting, salah
satu wisata dunia terkenal di Bumi Borneo ini.
Menuju ke Kamp 3, Leakey |
Perjalanan
sekitar 6 jam sampai Pangkalan Bun menggunakan Strada, mobil yang
sudah tidak asing bagi kami, karena medan di sini yang mengharuskan
kami selalu bepergian dengan mobil double gardan. Tiba di Pangkalan
Bun, langsung tancap ke Kumai, menuju ke kantor Taman Nasional, untuk
registrasi terlebih dahulu. Dermaganya pun berdekatan dengan
pelabuhan, yang sampai saat ini masih saja ramai, dan banyak para
petugas SAR yang masih standby berpatroli terkait kecelakaan Air Asia
ini.
Yah,
yang paling umum diketahui orang sini adalah para KRU SAR, yang rela
standby demi rasa kemanusiaan ini. Ada 2 kapal yang paling orang
ketahui, karena memang yang paling canggih adalah 2 kapal itu, yaitu
Kapal SAR Aceh dan Kapal SAR Purworejo. Senang juga mendengarnya,
Kabupaten saya menjadi salah satu nama kapal Canggih dari
Basarnas ini.
Kapal SAR Purworejo |
Tidak
sampai setengah jam kami berada di Kumai, karena segala sesuatu
seudah kami pesan saat perjalanan menuju Kumai ini. Kebetulan, ada
teman yang bisa menghubungkan kami dengan salah satu petugas,
sehingga bisa menghemat waktu kami untuk langsung menikmati
perjalanan.
Dengan
2 speed, 2 motoris, dan 1 guide kami menyusuri pantai menuju ke kamp
3. Ya, kamp terakhir adalah tujuan kami, karena di sini terdapat
orang hutan cukup banyak. Saat feeding tiba, biasanya sekitar 30-40
orang utan akan datang, baik bersama-sama atau secara bergantian.
Tiba di dermaga Leakay, kami disambut oleh seekor orang utan yang
cukup besar. Ya, siswi namanya, sedang berendam setengah badan saat
kami tiba. Memang agak nakal, tetapi Siswi tidak senakal Tom, orang
utan yang paling terkenal karena memang cukup nakal.
Namanya Siswi, Walau kadang mengganggu pengunjung, tetapi baik loh... |
Saat
kami turun dan akan melakukan perjalanan ke tempat feeding, dengan
muka yang pura-pura oon, siswi mendatangi kami, dan langsung tidur
telentang di tengah jalan. Yah pastinya para cewek ketakutan, karena
jalan (jembatan) yang akan kami lalui sudah penuh ditempati Siswi.
Cepat saja, guide kami mengarahkan kami untuk tidak usah takut,
karena kalau kami takut, mereka akan mengerti dan mengganggu kami.
Kami diarahkan lewat jalan lain, tanpa takut, sementara guide
menunggu Siswi agar tidak mengganggu kami.
Untuk
menuju ke sini, para turis memang diwajibkan untuk membawa guide, dan
jangan lupa, guide selalu mengingatkan kami untuk tidak membawa
makanan, atau menyimpannya di dalam tas. Karena takut nanti akan
diminta oleh orang utan jika mereka tahu kami membawa makanan.
Kebersihan di sini juga bagus, karena pengunjung dilarang untuk
membuang sampah sembarangan.
Feeding di Camp Leakey |
Sekitar
setengah jam perjalanan kami, hingga tiba ke tempat yang kami tuju.
Ya, tempat feeding yang merupakan incaran semua turis saat pergi ke
tempat ini. Jadwal feeding di kamp Leakey ini jam 3 sore atau jam 2
bagi para orang utan, karena orang utan mempunyai jam yang berbeda
dengan manusia. Mereka akan datang tepat waktu, dan biasanya jika
belu waktunya mereka belum datang. Tidak sampai setengah jam kami
menunggu, jam feeding dimulai. Dengan panggilan khas dari para
penjaga, beberapa monyet datang bergantian menuju tempat makan ini.
Menu feeding hanyalah pisang dan susu.
Bersama
kami, ada sekitar 30 orang yang datang ke acara feeding ini. Jumlah
orang utang yang datang di tempat ini tergantung musim. Jika musim
buah ataupun bunga tiba, maka yang datang tidak sebanyak saat tidak
ada buah di hutan, karena jika di hutan sedang tidak musim buah
ataupun bunga, mereka susah untuk mencari makan, dan akan datang ke
tempat feeding ini.
Yang
perlu diperhatikan, di area tertentu seperti area feeding ini,
pengunjung dilarang untuk berbicara terlalu keras, karena takut akan
mengganggu mereka yang datang untuk makan. Pengunjung boleh untuk
memfoto kera, tetapi tidak boleh masuk ke area pagar yang telah
diberi batas. Biasanya acara feeding mereka sampai sore hari, tetapi
pengunjung dihimbau untuk kembali jam 4 sore.
Setelah
kami merasa cukup melihatnya, kami bergegas untuk kembali, karena
langit terlihat mendung. Ya, kami memutuskan untuk kembali ke Kumai.
Saat perjalanan kembali ke dermaga, lagi-lagi kami bertemu dengan
Siswi, yang sedang bersantai di bawah pohon. Beberapa pengunjung
mencuri-curi untuk berfoto, walaupun tidak dari dekat. Sepanjang
perjalanan pulang menyusuri sungai, kami melihat banyak monyet
bergerombol di pohon, di pinggir sungai. Bekantan misalnya, yang
selalu bergerombol di pohon. Setiap gerombol bekantan terdiri dari
7-15 bekantan, dan pastinya ada seekor yang mengomandonya, yang
paling kekar dan besar. Hingga sampai di tepi laut, kami masih bisa
melihat monyet yang sedang berteduh di atas pohon sana. Ratusan
monyet bisa kami lihat, bebas di atas sana. Tak lupa, bonus pelangi
yang cukup inidah menemani perjalanan kami di pantai ini.
Perjalanan
yang melelahkan, namun cukup terbayar. Salah satu wisata telah saya
datangi di belahan bumi Indonesia ini, menambah pengetahuan akan
kekayaan wisata di Indonesia yang masih banyak, yang belum saya
kunjungi. Tiba di kumai, matahari sudah mulai tenggelam di ufuk
barat, langsung kami menuju tempat makan, mengisi perut yang sudah
meulai kosong ini.
Untuk
biaya, tiket masuk di hari biasa hanya 5 ribu rupiah saja. Namun, di
hari Sabtu-Minggu, ataupun di hari libur biasanya 15 ribu per orang.
Biaya guide 300 ribu, biaya sandar speed 100 ribu per speed, dan
untuk sewa speed 1 juta per speed sehari. Bisa untuk 6-7 orang
muatan, termasuk sopir. Mungkin, ini lumayan murah daripada biaya
yang umumnya ada di internet, yang biasa memakai kapal. Karena jika
memakai kapal, maka biaya sewa 1 juta per kapal, dan lamanya 3 hari .
Memang jika menggunakan kapal, bisa mengunjungi 3 kamp, dan menginap
selama 2 malam. Tetapi selain biaya kapal, masih ada juga biaya
guide, tiket masuk, dan juga koki, jika ingin memasak di kapal.
Itupun hanya bisa dipakai oleh sekitar 10 orang standarnya. Karena
kami tidak punya waktu yang lama, kami pilih memakai speed saja.
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan pembaca berkomentar dengan santun untuk memberikan saran dan masukan kepada kami, terimakasih.