KKN - Kuliah Kerja Nyata, sebagai salah satu wujud riil dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu Pengabdian Pada Masyarakat, merupakan kegiatan rutin kampus yang telah terselenggara secara kontinyu dari tahun ke tahun. Sebagai mahasiswa, KKN merupakan salah satu pengejawantahan ilmu yang telah kita gali di kampus selama beberapa tahun untuk diaplikasikan di masyarakat . Dan kegiatannya pun harus berorientasi pada masyarakat. KKN adalah persiapan kita di masa setelah menimba ilmu di kampus, dimana setelah lulus kuliah, pastinya kita akan kembali membaur dengan masyarakat, dan tentunya menghidupkan masyarakat tersebut.
Yang jelas, permasalahan/pembangunan di dalam masyarakat sangatlah kompleks dan saling bertautan, maka perlu kerja keras dari para mahaiswa untuk bekerja secara interdisilpiner dalam menanggulangi segala permasalahan yang ada. Sesuai dengan unsur KKN yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Melalui KKN, kita diperkenalkan secara langsung dengan masyarakat. Kemudian, kita telaah dan dirumuskan permasalahan yang ada , serta potensi maupun kelemahan-kelemahan yang ada di masyarakat tersebut. Terakhir, mengaplikasikan ilmu yang kita miliki untuk memecahkan masalah tersebut, serta menanggulanginya secara baik.
Namun, di luar itu semua, bagi mereka yang akan melakukan KKN, diperlukan persiapan yang tidak sedikit. Untuk mahasiswsa UGM misalnya, harus mencari kelompok terlebih dahulu, baru kemudian mencari lokasi yang diinginkan serta program-program yang akan dilakukan (atau mencari kelompok yang sudah ada, kemudian gabung sambil membuat/ mengikuti program yang ada). Baru mereka siap untuk terjun ke lokasi.
Atau, mungkin cukup mendaftarkan diri ke program KKN dari pemerintah (bagi yang tidak ingin repot-repot ikut program tematik). Tanpa bingung memikirkan dana dan program yang akan dilakukan (karena, biasanya sudah siap grak dari pemerintah terkait). Tetapi, dalam pembuatan laporan harus terperinci, karena akan dilaporkan ke pemerintah.
Sedangkan kebijakan di UIN, untuk kelompok maupun tempat KKN bukannya mencari sendiri, melainkan sudah dirtentukan oleh pihak kampus. Dengan sistem yang seperti ini, belum tentu semua mahasiswa senang (seperti tidak perlu repot-repot mencari tempat/ kelompok KKN) Tetapi, ada juga yang kurang diuntungkan (semisal, tempat KKN/ kelompok yang tidak sesuai dengan keinginan)
Bagaimana dengan masalah dana?. Temen UGM, biasanya membuat program-program yang besar, dan dalam mencari donaturnya pun juga harus besar. Mahasiswa UIN sendiri, biasanya membuat program menegah/ seperti biasanya. Karena, mayoritas dananya diambil dari pengajuan proposal ke LPM.
Dengan adanya program KKN yang selalu serentak di pergantian tahun ajaran seperti ini, bagaimana dengan realitas di lapangan? Apakah semua program dapat dijalankan, dikaitkan dengan dana yang cair?. Apakah mereka (mahasiswa red) membuat dan menjalankan program KKN secara sungguh-sungguh dan kontinyu, dalam artian, program tersebut dapat berjalan tidak hanya pada waktu mereka KKN saja, tetapi setelah mereka selesai KKN, kegiatannya masih terus berjalan/ dilakukan oleh masyarakat setempat. Ataukah, mereka melakukan KKN hanya sekedar rutinitas saja, sebagai bagian dari salah satu syarat lulus kuliah saja (hanya menjalankan program, dan dengan selesainya KKN, maka program tersebut ikut selesai/ berhenti tanpa ada follow up selanjutnya).
Untuk tahap awal sendiri, tekait proposal penelitian yang akan diajukan, pastilah realitanya berbeda-beda. Apalagi di UIN, yang tempat KKNnya berdekatan, dimana satu desa dihuni oleh lebih dari 10 kelompok KKN, programnya terlihat seperti “saingan” dalam hal pencarian dana. Karena, tempat KKN yang berdekatan, maka potensi dana biasanya dicari yang dekat dengan tempat KKN, dan saling mendahului dalam hal pengajuan proposal. Bagaimana dengan UGM sendiri (aku tak tau lah,,)
Baca Juga Yang Ini, Seru Loo!!
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan pembaca berkomentar dengan santun untuk memberikan saran dan masukan kepada kami, terimakasih.